Latest info
Perjalanan Kurniawan Restu pambudi

Perjalanan Kurniawan Restu pambudi









  



sebuah perjalanan dari awal kuliah lalu mengikuti sebuah organisasi teater JAB yang berada di Universitas Ahmad Dahlan sampai sekarang ini, dari foto-foto tersebut saya mempunyai pengalaman dan kenangan, awal memegang jimbe pada musikalisasi puisi teater JAB, saya mempunyai pengalaman pentas, dari pertama pentas di kampus sendiri hingga pentas di hotel dalam acara pelatihan, pentas di Bali dalam acara studi banding, pentas Jakarta dalam misi kebudayaan yogyakarta, mengikuti lomba musikalisasi puisi mewakili UAD di makassar. sampai saat ini saya ingin sekali pentas di Sumatra dan kalimatan. jika itu terkabulkan saya akan mempunyai pengalaman dan mempunyai cerita untuk anak dan cucu saya kelak, bersama teman-teman teater JAB dan seniman Yogyakarta terimakasih untuk semua.









  



sebuah perjalanan dari awal kuliah lalu mengikuti sebuah organisasi teater JAB yang berada di Universitas Ahmad Dahlan sampai sekarang ini, dari foto-foto tersebut saya mempunyai pengalaman dan kenangan, awal memegang jimbe pada musikalisasi puisi teater JAB, saya mempunyai pengalaman pentas, dari pertama pentas di kampus sendiri hingga pentas di hotel dalam acara pelatihan, pentas di Bali dalam acara studi banding, pentas Jakarta dalam misi kebudayaan yogyakarta, mengikuti lomba musikalisasi puisi mewakili UAD di makassar. sampai saat ini saya ingin sekali pentas di Sumatra dan kalimatan. jika itu terkabulkan saya akan mempunyai pengalaman dan mempunyai cerita untuk anak dan cucu saya kelak, bersama teman-teman teater JAB dan seniman Yogyakarta terimakasih untuk semua.

Perjalanan Kurniawan Restu pambudi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWdEi-KQZayEhrqHvQPOFIE2q7UAlLMAaenYqpw1ufHz-udzXL7-VzAbu8VIr91t_xZKIQiNFgIDVXaXpaE98aaYke9N3K13QqySuN74D_x-Y8oTdzfqB-yRgWPGmL5a_mgDs5A9PF1Q/s72-c/IMG_7954.JPG
View detail
Peran Guru

Peran Guru



GURU
Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan contoh atau keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya. Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara mengajarnya yang enak didengar dan mudah dipahami. Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Tapi, dia pun harus bisa menerima kritikan dari peserta didiknya. Dari kritik itulah dia dapat belajar dari para peserta didiknya. Guru ideal justru harus belajar dari peserta didiknya. Dari mereka guru dapat mengetahui kekurangan cara mengajarnya, dan melakukan umpan balik (feedback). Benarkah sosok itu ada? Lalu seperti apakah sosok guru ideal yang diperlukan saat ini? Apakah guru ideal hanyalah guru yang sudah lulus sertifikasi guru? Benarkah demikian?
Dari hasil perenungan yang mendalam, dan juga hasil wawancara dengan teman-teman guru di mana penulis bertugas didapatkan pendapat yang beragam dan mengerucut pada tiga pendapat tentang guru ideal. Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Senyum, Salam, Sapa, Syukur, dan Sabar).
Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat selalu berkata benar, penyampai yang baik, kredibel, dan cerdas. Guru yang memiliki keempat sifat itu adalah guru yang mampu memberikan keteladanan dalam hidupnya karena memiliki budi pekerti yang luhur. Selalu berkata benar, mengajarkan kebaikan, dapat dipercaya, dan memiliki kecerdasan yang luar biasa. Sifat tersebut di atas harus dimiliki oleh guru dalam mendidik anak didiknya karena memiliki motto iman, ilmu, dan amal. Memiliki iman yang kuat, menguasai ilmunya dengan baik, dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Selain itu, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat.
Kelima kecerdasan itu adalah:
1.      kecerdasan intelektual
2.      kecerdasan moral
3.      kecerdasan social
4.      kecerdasan emosional
5.      kecerdasan  motorik
Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa?
Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus plagiarisme (menjiplak karya tulis ilmiah milik orang lain) dan korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain kecerdasan intelektual dan moral, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois, dan selalu memperdulikan orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Dia pun harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung, dan melecehkan orang lain. Dia harus memiliki sifat penyabar dan pemaaf. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. Kecerdasan motorik harus senantiasa dilatih agar guru dapat menjadi kreatif dan berprestasi. Dia memiliki ambisi dan cita-cita yang tinggi seperti menggapai bintai di langit. Tak salah bila pada akhirnya peserta didik mengatakan, “guruku mampu menggapai bintang di langit.”
Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila anda berprofesi sebagai seorang guru harus mampu berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Sang Maha Pemberi. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa untuk memiliki budi pekerti yang luhur. Mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan oleh para leluhur bangsa.
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri. Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.


     Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN. Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.

Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.
     Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya. Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan yaitu di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka menjadi manusia dalam artian manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia berbudaya. Oleh kanena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok yaitu :
1.    Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.

2.    Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.

3.    Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan satu pengantar intelektual dan praktis kearah karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni. Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat diajarkan diakalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil.

Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.


 PERAN SEORANG GURU
A. Dalam Proses Belajar Mengajar
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangar signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1. Demonstrator
2. Manajer/pengelola kelas
3. Mediator/fasilitator
4. Evaluator

B. Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai:
1. Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan pendidikan
2. Wakil masyarakat
3. Ahli dalam bidang mata pelajaran
4. Penegak disiplin
5. Pelaksana administrasi pendidikan
C. Sebagai Pribadi

Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai:
1. Petugas sosial
2. Pelajar dan ilmuwan
3. Orang tua
4. Teladan
5. Pengaman
D. Secara Psikologis

Peran guru secara psikologis adalah:
1. Ahli psikologi pendidikan
2. Relationship
3. Catalytic/pembaharu
4. Ahli psikologi perkembangan
3. KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME GURU
A. Pengertian

Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Profesional adalah suatu bidang pekerjaan yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan kata lain sebuah profesi rnemerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru secara maksimaI. Dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memilki pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai‚ strategi atau teknik dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam kompetensi guru dalarn uraian selanjutnya. Dalam melakukan kewenangan profesionalismenya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam. Namun sebelum sampai pada pembahasan kompetensi ada beberapa syarat profesi yang harus dipahami terlebih dahulu.
B. Syarat Profesi

Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus sebagai berikut:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu‚  pengetahuan yang mendalam
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.

Untuk itulah seorang guru harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memenuhi panggilan tugasnya, baik berupa in-service training (diklat/penataran) maupun pre-service training (pendidikan keguruan secara formal).
C. Jenis-jenis Kompetensi
1. Kompentensi Pribadi
a. Mengembangkan Kepribadian‚
1) Bertqwa kepada Allah SWT
2) Berperan akkif dalam masyarakat
3) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru
b. Berinteraksi dan Berkomunikasi
1) Berinteraksi dengan rekan sejawat demi pengembangan kemampuan profesional
2) Berinteraksi dengan masyarakat sebagai pengemban misi pendidikan
c. Melaksanakan Bimbingan dan Penyuluhan
1) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar
2) Membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus
d. Melaksanakan Administrasi Sekolah
1) Mengenal administrasi kegiatan sekolah
2) Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
e. Melaksanakan penelitian Sederhana Untuk Keperluan PengajaranÂ
1) Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah
2) Melaksanakan penelitian sederhana
2. Kompetensi Profesional
a. Menguasai landasan kependidikan
1) Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional
2) Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat.
3) Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar.
b. Menguasai bahan pengajaran
1) Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dari menengah
2) Menguasai bahan pengajaran.
c. Menyusun program pengajaran
1) Menetapkan tujuan pembelajaran
2) Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran
3) Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
4) Memilih dan memanfaatkan sumber belajar.
d. Melaksanakan program pengajaran
1) Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat‚
2) Mengatur ruangan belajar
3) Mengelola interaksi belajar mengajar
e. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
1) Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
2) Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.



GURU
Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan contoh atau keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya. Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara mengajarnya yang enak didengar dan mudah dipahami. Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Tapi, dia pun harus bisa menerima kritikan dari peserta didiknya. Dari kritik itulah dia dapat belajar dari para peserta didiknya. Guru ideal justru harus belajar dari peserta didiknya. Dari mereka guru dapat mengetahui kekurangan cara mengajarnya, dan melakukan umpan balik (feedback). Benarkah sosok itu ada? Lalu seperti apakah sosok guru ideal yang diperlukan saat ini? Apakah guru ideal hanyalah guru yang sudah lulus sertifikasi guru? Benarkah demikian?
Dari hasil perenungan yang mendalam, dan juga hasil wawancara dengan teman-teman guru di mana penulis bertugas didapatkan pendapat yang beragam dan mengerucut pada tiga pendapat tentang guru ideal. Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Senyum, Salam, Sapa, Syukur, dan Sabar).
Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat selalu berkata benar, penyampai yang baik, kredibel, dan cerdas. Guru yang memiliki keempat sifat itu adalah guru yang mampu memberikan keteladanan dalam hidupnya karena memiliki budi pekerti yang luhur. Selalu berkata benar, mengajarkan kebaikan, dapat dipercaya, dan memiliki kecerdasan yang luar biasa. Sifat tersebut di atas harus dimiliki oleh guru dalam mendidik anak didiknya karena memiliki motto iman, ilmu, dan amal. Memiliki iman yang kuat, menguasai ilmunya dengan baik, dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Selain itu, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat.
Kelima kecerdasan itu adalah:
1.      kecerdasan intelektual
2.      kecerdasan moral
3.      kecerdasan social
4.      kecerdasan emosional
5.      kecerdasan  motorik
Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa?
Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus plagiarisme (menjiplak karya tulis ilmiah milik orang lain) dan korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain kecerdasan intelektual dan moral, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois, dan selalu memperdulikan orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Dia pun harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung, dan melecehkan orang lain. Dia harus memiliki sifat penyabar dan pemaaf. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. Kecerdasan motorik harus senantiasa dilatih agar guru dapat menjadi kreatif dan berprestasi. Dia memiliki ambisi dan cita-cita yang tinggi seperti menggapai bintai di langit. Tak salah bila pada akhirnya peserta didik mengatakan, “guruku mampu menggapai bintang di langit.”
Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila anda berprofesi sebagai seorang guru harus mampu berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Sang Maha Pemberi. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa untuk memiliki budi pekerti yang luhur. Mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan oleh para leluhur bangsa.
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri. Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.


     Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN. Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.

Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.
     Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya. Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan yaitu di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka menjadi manusia dalam artian manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia berbudaya. Oleh kanena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok yaitu :
1.    Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.

2.    Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.

3.    Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan satu pengantar intelektual dan praktis kearah karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni. Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat diajarkan diakalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil.

Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.


 PERAN SEORANG GURU
A. Dalam Proses Belajar Mengajar
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangar signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1. Demonstrator
2. Manajer/pengelola kelas
3. Mediator/fasilitator
4. Evaluator

B. Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai:
1. Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan pendidikan
2. Wakil masyarakat
3. Ahli dalam bidang mata pelajaran
4. Penegak disiplin
5. Pelaksana administrasi pendidikan
C. Sebagai Pribadi

Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai:
1. Petugas sosial
2. Pelajar dan ilmuwan
3. Orang tua
4. Teladan
5. Pengaman
D. Secara Psikologis

Peran guru secara psikologis adalah:
1. Ahli psikologi pendidikan
2. Relationship
3. Catalytic/pembaharu
4. Ahli psikologi perkembangan
3. KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME GURU
A. Pengertian

Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Profesional adalah suatu bidang pekerjaan yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan kata lain sebuah profesi rnemerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru secara maksimaI. Dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memilki pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai‚ strategi atau teknik dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam kompetensi guru dalarn uraian selanjutnya. Dalam melakukan kewenangan profesionalismenya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam. Namun sebelum sampai pada pembahasan kompetensi ada beberapa syarat profesi yang harus dipahami terlebih dahulu.
B. Syarat Profesi

Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus sebagai berikut:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu‚  pengetahuan yang mendalam
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.

Untuk itulah seorang guru harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memenuhi panggilan tugasnya, baik berupa in-service training (diklat/penataran) maupun pre-service training (pendidikan keguruan secara formal).
C. Jenis-jenis Kompetensi
1. Kompentensi Pribadi
a. Mengembangkan Kepribadian‚
1) Bertqwa kepada Allah SWT
2) Berperan akkif dalam masyarakat
3) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru
b. Berinteraksi dan Berkomunikasi
1) Berinteraksi dengan rekan sejawat demi pengembangan kemampuan profesional
2) Berinteraksi dengan masyarakat sebagai pengemban misi pendidikan
c. Melaksanakan Bimbingan dan Penyuluhan
1) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar
2) Membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus
d. Melaksanakan Administrasi Sekolah
1) Mengenal administrasi kegiatan sekolah
2) Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
e. Melaksanakan penelitian Sederhana Untuk Keperluan PengajaranÂ
1) Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah
2) Melaksanakan penelitian sederhana
2. Kompetensi Profesional
a. Menguasai landasan kependidikan
1) Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional
2) Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat.
3) Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar.
b. Menguasai bahan pengajaran
1) Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dari menengah
2) Menguasai bahan pengajaran.
c. Menyusun program pengajaran
1) Menetapkan tujuan pembelajaran
2) Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran
3) Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
4) Memilih dan memanfaatkan sumber belajar.
d. Melaksanakan program pengajaran
1) Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat‚
2) Mengatur ruangan belajar
3) Mengelola interaksi belajar mengajar
e. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
1) Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
2) Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Peran Guru
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4_FUUosopQNeA1L2GUR37zfp3TfZbg689RTlFNrgXPD5LlbEyXCQB2Zd_XGq3Sl2PdsaoeaoskiI1C7yadDkZ13utWgvP8cLSejhZ68bk9bGlwjS6sRUy-cBYWfidWKJG84_DIf8VhQ/s72-c/DSC04952.JPG
View detail
blackberry 9220 (davis)

blackberry 9220 (davis)



Model

















Tipe
















Candybar




Dimensi
109 x 60 x 12.7 mm




Berat
102 g




Layar
320 x 240 pixels, 2.44 inches (~164 ppi pixel density)




Warna layar
TFT, 65K colors




Warna Hp
Black, Fuchsia Pink, Pure White, Teal Blue




Lain-lain
- Touch-sensitive optical trackpad
- QWERTY

 
 







Ringtone

Tipe
Polyphonic(64), MP3 ringtones




Getar
Yes





Loudspeaker, 3.5mm jack

 







Memory

Internal
??




Slot
microSD, up to 32 GB




Lain-lain
512 MB ROM, 512 MB RAM

 







Koneksi

GPRS
Yes




EDGE
Yes




Data
No




Wifi
Wi-Fi 802.11 b/g/n




Bluetooth
Yes, v2.1 with A2DP




USB
Yes, microUSB v2.0









Fitur

O.S.
BlackBerry OS 7.1




Message
SMS(threaded view), MMS, Email, Push Email, IM




Browser
HTML




Game
-




Kamera
2 MP, 1600x1200 pixels, Video




Radio
Stereo FM radio with RDS




GPS
No




Java
No




Fitur lain
- MP3/eAAC+/WMA/WAV/FLAC player
- MP4/H.263/H.264 player
- Organizer
- Document viewer
- Voice memo/dial
- Predictive text input

 







Baterai

Tipe
Standard battery, Li-Ion 1450 mAh (J-S1)




Siaga
432 jam




Bicara
7 jam





Music Play 28 h




Model

















Tipe
















Candybar




Dimensi
109 x 60 x 12.7 mm




Berat
102 g




Layar
320 x 240 pixels, 2.44 inches (~164 ppi pixel density)




Warna layar
TFT, 65K colors




Warna Hp
Black, Fuchsia Pink, Pure White, Teal Blue




Lain-lain
- Touch-sensitive optical trackpad
- QWERTY

 
 







Ringtone

Tipe
Polyphonic(64), MP3 ringtones




Getar
Yes





Loudspeaker, 3.5mm jack

 







Memory

Internal
??




Slot
microSD, up to 32 GB




Lain-lain
512 MB ROM, 512 MB RAM

 







Koneksi

GPRS
Yes




EDGE
Yes




Data
No




Wifi
Wi-Fi 802.11 b/g/n




Bluetooth
Yes, v2.1 with A2DP




USB
Yes, microUSB v2.0









Fitur

O.S.
BlackBerry OS 7.1




Message
SMS(threaded view), MMS, Email, Push Email, IM




Browser
HTML




Game
-




Kamera
2 MP, 1600x1200 pixels, Video




Radio
Stereo FM radio with RDS




GPS
No




Java
No




Fitur lain
- MP3/eAAC+/WMA/WAV/FLAC player
- MP4/H.263/H.264 player
- Organizer
- Document viewer
- Voice memo/dial
- Predictive text input

 







Baterai

Tipe
Standard battery, Li-Ion 1450 mAh (J-S1)




Siaga
432 jam




Bicara
7 jam





Music Play 28 h


blackberry 9220 (davis)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoFHN_jEpIsmEp3KdgUy4obq2YpgQcWdkKW6qLyiP1tbGenjs0thyphenhyphenQWKg0t0F-SX6rBogf93CNFbiKMbG0QF6jcFXLmOp02a_zLBFPhvVkv5DHaDn2J0AEL7WVN1wf9DaGxYA0qI8UKg/s72-c/hhh.png
View detail
Keterampilan Mengajar

Keterampilan Mengajar

Delapan keterampilan dasar mengajar adalah sebagai berikut :
1. a. Keterampilan Menjelaskan
adalah suatu keterampilan menyajikan bahan belajar yang diorganisasikan secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik.
a. Prinsip-prinsip menjelaskan
- Penjelasan harus disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik
- Penjelasan harus diselingi tanya jawab
- Materi penjelasan harus dikuasai secara baik oleh guru
- Penjelasan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran
- Materi penjelasan harus bermanfaat dan bermakna bagi peserta didik
- Dapat menjelaskan harus disertai dengan contoh-contoh yang kongkrit dan dihubungkan dengan kehidupan
b. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menjelaskan
- Bahasa yang digunakan dalam menjelaskan harus sederhana, terang dan jelas
- Bahan yang akan diterangkan dipersiapkan dan dikuasai terlebih dahulu
- Pokok-pokok yang diterangkan harus disimpulkan
- Dalam menjelaskan serta dengan contoh dan ilustrasi
- Adakan pengecekan terhadap tingkat pemahaman peserta didik melalui pertanyaan-pertanyaan
2. Keterampilan Bertanya
a. Keterampilan bertanya merupakan ucapan atau pertanyaan yang dilontarkan guru yang menuntun respon atau jawaban dari peserta didik
b. Keterampilan bertanya bertujuan untuk :
- Memotivasi peserta didik agar terlibat dalam interaksi belajar
- Melatih kemampuan mengutarakan pendapat
- Merangsang dan meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik
- Melatih peserta didik berfikir divergen
- Mencapai tujuan belajar
c. Jenis-jenis pertanyaan
- Pertanyaan langsung, yaitu pertanyaan yang ditujukan kepada salah satu peserta didik
- Pertanyaan umum dan terbuka, yaitu pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh kelas
- Pertanyaan retorik, yaitu pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban
- Pertanyaan faktual, yaitu pertanyaan untuk menggali fakta dan informasi
- Pertanyaaan yang diarahkan kembali, yaitu pertanyaan yang dikembalikan kepada peserta didik atas pertanyaan peserta didik lain
- Pertanyaan memimpin (Leading Question) yaitu pertanyaan yang jawabannya tersimpul dalam pertanyaan itu sendiri
d. Prinsip-prinsip bertanya
- Pertanyaan hendaknya mengenai satu masalah saja. Berikan waktu berfikir kepada peserta didik
- Pertanyaan hendaknya singkat, jelas dan disusun dengan kata-kata yang sederhana
- Pertanyaan didistribusikan secara merata kepada para peserta didik
- Pertanyaan langsung sebaiknya diberikan secara random
- Pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan kesiapan peserta didik
- Sebaiknya hindari pertanyaan retorika atau leading question
e. Teknik-teknik dalam bertanya
- Tekhnik menunggu
- Tekhnik menguatkan kembali
- Tekhnik menuntun dan menggali
- Tekhnik mekacak
3. Keterampilan Menggunakan Variasi
a. Pengertian penggunaan variasi merupakan keterampilan guru dalam menggunakan bermacam kemampuan untuk mewujudkan tujuan belajar peserta didik sekaligus mengatasi kebosanan dan menimbulkan minat, gairah dan aktivitas belajar mengajar yang efektif.
b. Tuujuan penggunaan variasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk :
- menghilangkan kejemuan dalam mengikuti proses belajar
- mempertahankan kondisi optimal belajar
- meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik
- memudahkan pencapaian tujuan pengajaran
c. Jenis-jenis variasi
- variasi dalam penggunaan media
- variasi dalam gaya mengajar
- variasi dalam penggunaan metode
- variasi dalam pola interaksi yaitu gunakan pola interaksi multi arah
d. Prinsip-prinsip penggunaan variasi dalam pengajaran
- gunakan variasi dengan wajar, jangan dibuat-buat
- perubahan satu jenis variasi ke variasi lainnya harus efektif
- penggunaan variasi harus direncakan dan sesuai dengan bahan, metode, dan karakteristik peserta didik
4. Keterampilan Memberi Penguatan
a. Memberi penguatan atau reincorcement merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah laku tersebut di saat yang lain.
b. Tujuan menggunakan keterampilan memberi penguatan dalam pengajaran untuk :
- Menimbulkan perhatian peserta didik
- Membangkitkan motivasi belajar peserta didik
- Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi
- Merangsang peserta didik berfikir yang baik
- Mengembalikan dan mengubah sikap negatif peserta dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar
c. Jenis-jenis penguatan
- Penguatan Verbal
- Penguatan Gestural
- Penguatan dengan cara mendekatinya
- Penguatan dengan cara sambutan
- Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan
- Penguatan berupa tanda atau benda
d. Prinsip-prinsip penguatan
- Dilakukan dengan hangat dan semangat
- Memberikan kesan positif kepada peserta didik
- Berdampak terhadap perilaku positif
- Dapat bersifat pribadi atau kelompok
- Hindari penggunaan respon negative
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
a. Keterampilan membuka pelajaran adalah usaha guru untuk mengkondisikan mental peserta didik agar siap dalam menerima pelajaran. Dalam membuka pelajaran peserta didik harus mengetahui tujuan yang akan dicapai dan langkah-langkah yang akan ditempuh.
Keterampilan menutup pelajaran adalah keterampilan guru dalam mengakhiri kegitan inti pelajaran. Dalam menutup pelajaran, guru dapat menyimpulkan materi pelajaran, mengetahui tingkat pencapaian peserta didik dan tingkat keberhasilan guna dalam proses belajar mengajar.
b. Tujuan membuka dan menutup pelajaran adalah :
- Untuk menimbulkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran yang akan dibicarakan
- Menyiapkan mental para peserta didik agar siap memasuki persoalan yang akan dibicarakan
- Memungkinkan peserta didik mengetahui tingkat keberhasailan dalam pelajaran
- Agar peserta didik mengetahui batas-batas tugasnya yang akan dikerjakan
c. Prinsip-prinsip membuka dan menutup pelajaran
- Dalam membuka pelajaran harus memberi makna kepada peserta didik, yaitu dengan menggunakan cara-cara yang relevan dengan tujuan dan bahan yang akan disampaikan
- Hubungan antara pendahuluan dengan inti pengajaran serta dengan tugas-tugas yang dikerjakan sebagai tindak lanjut nampak jelas dan logis
- Menggunakan apersepsi yaitu mengenalkan pokok pelajaran dengan menghubungkannya terhadap pengetahuan yang sudah diketahui oleh peserta didik.






Delapan keterampilan dasar mengajar adalah sebagai berikut :
1. a. Keterampilan Menjelaskan
adalah suatu keterampilan menyajikan bahan belajar yang diorganisasikan secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik.
a. Prinsip-prinsip menjelaskan
- Penjelasan harus disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik
- Penjelasan harus diselingi tanya jawab
- Materi penjelasan harus dikuasai secara baik oleh guru
- Penjelasan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran
- Materi penjelasan harus bermanfaat dan bermakna bagi peserta didik
- Dapat menjelaskan harus disertai dengan contoh-contoh yang kongkrit dan dihubungkan dengan kehidupan
b. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menjelaskan
- Bahasa yang digunakan dalam menjelaskan harus sederhana, terang dan jelas
- Bahan yang akan diterangkan dipersiapkan dan dikuasai terlebih dahulu
- Pokok-pokok yang diterangkan harus disimpulkan
- Dalam menjelaskan serta dengan contoh dan ilustrasi
- Adakan pengecekan terhadap tingkat pemahaman peserta didik melalui pertanyaan-pertanyaan
2. Keterampilan Bertanya
a. Keterampilan bertanya merupakan ucapan atau pertanyaan yang dilontarkan guru yang menuntun respon atau jawaban dari peserta didik
b. Keterampilan bertanya bertujuan untuk :
- Memotivasi peserta didik agar terlibat dalam interaksi belajar
- Melatih kemampuan mengutarakan pendapat
- Merangsang dan meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik
- Melatih peserta didik berfikir divergen
- Mencapai tujuan belajar
c. Jenis-jenis pertanyaan
- Pertanyaan langsung, yaitu pertanyaan yang ditujukan kepada salah satu peserta didik
- Pertanyaan umum dan terbuka, yaitu pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh kelas
- Pertanyaan retorik, yaitu pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban
- Pertanyaan faktual, yaitu pertanyaan untuk menggali fakta dan informasi
- Pertanyaaan yang diarahkan kembali, yaitu pertanyaan yang dikembalikan kepada peserta didik atas pertanyaan peserta didik lain
- Pertanyaan memimpin (Leading Question) yaitu pertanyaan yang jawabannya tersimpul dalam pertanyaan itu sendiri
d. Prinsip-prinsip bertanya
- Pertanyaan hendaknya mengenai satu masalah saja. Berikan waktu berfikir kepada peserta didik
- Pertanyaan hendaknya singkat, jelas dan disusun dengan kata-kata yang sederhana
- Pertanyaan didistribusikan secara merata kepada para peserta didik
- Pertanyaan langsung sebaiknya diberikan secara random
- Pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan kesiapan peserta didik
- Sebaiknya hindari pertanyaan retorika atau leading question
e. Teknik-teknik dalam bertanya
- Tekhnik menunggu
- Tekhnik menguatkan kembali
- Tekhnik menuntun dan menggali
- Tekhnik mekacak
3. Keterampilan Menggunakan Variasi
a. Pengertian penggunaan variasi merupakan keterampilan guru dalam menggunakan bermacam kemampuan untuk mewujudkan tujuan belajar peserta didik sekaligus mengatasi kebosanan dan menimbulkan minat, gairah dan aktivitas belajar mengajar yang efektif.
b. Tuujuan penggunaan variasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk :
- menghilangkan kejemuan dalam mengikuti proses belajar
- mempertahankan kondisi optimal belajar
- meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik
- memudahkan pencapaian tujuan pengajaran
c. Jenis-jenis variasi
- variasi dalam penggunaan media
- variasi dalam gaya mengajar
- variasi dalam penggunaan metode
- variasi dalam pola interaksi yaitu gunakan pola interaksi multi arah
d. Prinsip-prinsip penggunaan variasi dalam pengajaran
- gunakan variasi dengan wajar, jangan dibuat-buat
- perubahan satu jenis variasi ke variasi lainnya harus efektif
- penggunaan variasi harus direncakan dan sesuai dengan bahan, metode, dan karakteristik peserta didik
4. Keterampilan Memberi Penguatan
a. Memberi penguatan atau reincorcement merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah laku tersebut di saat yang lain.
b. Tujuan menggunakan keterampilan memberi penguatan dalam pengajaran untuk :
- Menimbulkan perhatian peserta didik
- Membangkitkan motivasi belajar peserta didik
- Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi
- Merangsang peserta didik berfikir yang baik
- Mengembalikan dan mengubah sikap negatif peserta dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar
c. Jenis-jenis penguatan
- Penguatan Verbal
- Penguatan Gestural
- Penguatan dengan cara mendekatinya
- Penguatan dengan cara sambutan
- Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan
- Penguatan berupa tanda atau benda
d. Prinsip-prinsip penguatan
- Dilakukan dengan hangat dan semangat
- Memberikan kesan positif kepada peserta didik
- Berdampak terhadap perilaku positif
- Dapat bersifat pribadi atau kelompok
- Hindari penggunaan respon negative
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
a. Keterampilan membuka pelajaran adalah usaha guru untuk mengkondisikan mental peserta didik agar siap dalam menerima pelajaran. Dalam membuka pelajaran peserta didik harus mengetahui tujuan yang akan dicapai dan langkah-langkah yang akan ditempuh.
Keterampilan menutup pelajaran adalah keterampilan guru dalam mengakhiri kegitan inti pelajaran. Dalam menutup pelajaran, guru dapat menyimpulkan materi pelajaran, mengetahui tingkat pencapaian peserta didik dan tingkat keberhasilan guna dalam proses belajar mengajar.
b. Tujuan membuka dan menutup pelajaran adalah :
- Untuk menimbulkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran yang akan dibicarakan
- Menyiapkan mental para peserta didik agar siap memasuki persoalan yang akan dibicarakan
- Memungkinkan peserta didik mengetahui tingkat keberhasailan dalam pelajaran
- Agar peserta didik mengetahui batas-batas tugasnya yang akan dikerjakan
c. Prinsip-prinsip membuka dan menutup pelajaran
- Dalam membuka pelajaran harus memberi makna kepada peserta didik, yaitu dengan menggunakan cara-cara yang relevan dengan tujuan dan bahan yang akan disampaikan
- Hubungan antara pendahuluan dengan inti pengajaran serta dengan tugas-tugas yang dikerjakan sebagai tindak lanjut nampak jelas dan logis
- Menggunakan apersepsi yaitu mengenalkan pokok pelajaran dengan menghubungkannya terhadap pengetahuan yang sudah diketahui oleh peserta didik.






Keterampilan Mengajar
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTys_XAQt4TfrAlLIoNIVHFN4UXQHkjVHs7l09fdnfwTKztWzWFlY8l0TGI5uRTNoyXd9BtPX3BHilY2DWijH4x7C4Bf8A2aumfAeZwVepKZ1XlZKoHPdGzEUrk3MRdm9EBnCEKkmhmw/s72-c/mengajar.jpg
View detail
Akuisisi Bahasa

Akuisisi Bahasa

tiga sudut pandang
 

1.    Akuisisi bahasa (patedda)
a.    Akuisisi bahasa
Penggunaan istilah akuisisi bahasa dirasakan lebih sederhana dank arena itu telah digunakan secara umum(lyons, 1981:252). Istilah bahasa yang dapat ditafsirkan sebagai akuisisi suatu bahasa digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa. Kecakapan berbahasa itu berkembang terus tahap demi tahap dan makin berdiferesi sesuai dengan perkembangan intelegensi dan latar belakang social-budaya yan membentuknya. Itu sebabnya kipsrsky (tarigan ,1985:243) mengatakan “pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjai dengan ucapan-ucapan orangtuanya sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut”.akuisisi bahasa, kita mempelajari bahasa dilihat dari segi ontogeninya, yakni perkembangan bahasa setiap individu yang berbeda dari usaha mempelajari bahasa dari segi pilogeni.yakni perkembangan bahasa melalui tahap-tahapnyadalam sejarah(stork dan widdowson,1974:134). Campbell dan roger (lyons, ed., 1980:242)mengatakan bahwa “akuisisi bahasa adala proses dimana anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya”
1.    Teori akuisisi bahasa
Dihubungkan dengan psikolinguistik, ada tiga teori akuisisi bahasa yang akan diuraikan pada bagian ini. Ketiga teori akuisisi bahasa itu, ialah teori behavioristik, teori nativistik, teori kognitif.
a.    Teori behavioristik
Menurut pandangan kaum behavioristik atau kaum empiris atau kaum mekanis atau kaum antimentalistik, tidak ada struktur linguistic yang dibawa anak sejak lahir. ( brown 1980:18) berkata “anak lahir kedunia ini seperti kain putih tanpa catatan-catatatn, lingkunganylah yang akan membentuknya yang perlahan-lahan dikondisi oleh lingkungan  dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Ada beberapa prinsip pokok yang membedakan pandangan kaum behavioris dengan pandagan lain,  misalnya pandangan  dalam psikologi untsur, psikologi  piker, psikologi gestalt. Prinsip-prinsip pokok itu terletak  pada 1. Objek psikologi bagi kaum behavioris adalah kelakuan atau tingkah laku, 2. Segala bentuk tingkah laku adalah susunan reflex, 3. Penghargaan diberikan kepada pengaruh pendidikan (silangen dkk., 1960:182) seperti kita ketahui teori  teori belajar behavioris menjelaskan perubahan tingkah laku dengan menggunakan model stimulus (s) dan respon (R).dengan demikinan akuisisi bahasa dapat diterangkan berdasarkan konsep SR. kaum behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahaa yang berdya guna untuk menghasilkan respons yang benar terhadap setiap stimulus.
b.    Teori akuisisi bahasa yang mentalistik
Chomsky (1968) Berpendapat ahwa ujaran anak-anak dapat dipengaruhi oleh kaidah-kaidah yang mereka dengar. Chomsky juga berpendapat bahwa anak yang lahir ke dunia ini telah membawa kapasitas atau potensi bahasa. Kapasitas atau potensi bahasa ini akan turut menetukan struktur bahasa yang akan merekan gunakan. Bagi kaum mentalis atau rasionalis atau nativis, proses akuisisi bahasan bukan karena hasil proses belajar, tetapi karena sejak anak lahir ia telah  memiliki sejumlah kapasitas atau porensi bahasa yang akan berkembang ssuai dengan proses kematangan intelektualnya.telah dikatakan di atas bahwa anak yang lahir telah membawa sejumlah kapasitas atau potensi bahasa. Dalam hubungan ini kaum mentalis mengemukakakn alas an (i) semua manusia belajar bahasa tertentu, (ii)semua bahasa manusia sama-sama dapat dipelajari oleh manusia, (iii) semua bahasa manusia berbeda dalam aspek lahirnya, tetapi semua bahasa mempunyai cirri pembeda yang umum, (iv) cirri-ciri pebeda ini yang terdapat pada semua bahasa merupakan kunci terhadap pengertian potensi bawaan bahasa tersebut (stork dan widdowson., 1974: 135). Kaum mentalis mengemukakan proses akuisisi bahasa pertama. Menurut mereka akuisisi bahasa pertama pada tahap awal biasanya berupa kalimat kedua kata. Manifestasi bahasa kalimat dua kata seperti disebut tata bahasa pivot yang dalam tulisan tersebut  dissebut dua kata.
c.    Teori akuisisi bahasa yang kognitiftik
Pendekatan kognitif yang melahirkan teori kognitif dalam psikolinguistik ini memandang  bahasa lebih mendalam lagi. Kalau penganut behavioris berpendapat bahwa hanyadata yang dapat diindera yang dapat diketahui, maka penganut teori kognitif beranggapan  bahwa struktur serta proses lingustik yang abstrak mendasari produksi dan komprehensi ujaran. Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil pekerjaan yang nonbehavioris. Titik awak teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik pemahaman maupun produksi serta komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah.penganut teori kognitif beranggapan bahwa ada prinsip yang mendasari organisasi linguistic yang digunakan oleh anak untuk menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan linguistiknya.
b.    Proses akuisisi bahasa
Telah ada keyakinan di antara sesame ahli psikolinguistik bahwa akuisisi bahasa bersifat dinamis, artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap satu ke tahap yang lain(lowenthal, et-al, 1982:11)., didalam akusisi tahap perkembangan akuisisi ini terjadi, (i0 perubahan –perubahan, terutama yang berhubungan dengan struktur bahasa, (ii) perkembangan ini ditentukan oleh interaksi personal, berfungsinya syaraf secara baik, dan proses kognitif, (iii) bahwa dalam akuisisi terjadi proses pemilihan kata-kata dan struktur yang tidfak dianalisisis oleh anak, dan 9iv) bahwa teori yang digunakan bersifat umum.

2.    Pemerolehan Bahasa: Beberapa Hipnotesis (abdul chaer)
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun banyak juga yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua , seperti nurhadi dan roekhan (1990). Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Jadi, kemampuan linguistic terdiri dari kemampuan memahami dan kemampuan melahirkan linguistic teridi dari kemampuan  memahami  dan kemampuan melahirkan atau menerbitkan kalimatkalimat baru yang dalam linguistic trasformasi generative deisebut perlakuan, atau pelaksanaan bahasa, atau performansi. Sejalan dengan teori Chomsky (19957, 1965), kompetensi itu mencakup tiga buah kompetensi tata bahasa yaitu sintaksis, semanticdan , komponen fonologi. Sebelum ketiganya dibicarakan maka membicarakan beberapa teori  atau hipotesisi yang berkaitan dengan masalah  pemerolehan bahasa itu
a.    Hipotesis nurani
Pemerolehan bahasaa, jelas yang diperoleh kanak-kanak adalah kompetensi dan performnasi  bahsasa pertamanya itu. Kemudian karena tata bahasa itu terdiri dari komponen sintaksis, semantic, dan fonologi, dan setiap komponen itu berupa kaidah.. pertanyaan kita sekarang adalah alat apakah yang digunakan kanak-kanak untuk memperoleh  kemampuan berbahasa? Menurut Chomsky adalah hipotesisis nurani. Hipotesis nirani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak(lenneberg, 1967, Chomsky, 1970) diantaranya hasil pengamatan itu adalah sebagai berikut ini.
1)    semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya, asal saja “diperkenalkan” pada bahasa ibunya itu. Maksudnya, dia tidak diasingkan dari kehidupan ibunya.
2)     Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan kanak-kanak. Artinya baik anak yang cerdas maupun yang tidak cerdas akan memperoleh bahasa itu.
3)    Kalimat=kalimat yang didengar kanak-kanak seringkali tidak gramatikal, tidak lengkap, dan jumlahnya sedikit.
4)    Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain, hanya manusia yang dapat berbahasa.
5)    Proses pemerolehan bahasa kanak-kanak dimana pun sesuai dengan jadwal yang erat kaitanya dengan proses pematangan jiwa kanak-kanak.
6)    Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat univbersal. Namun, dapat dikuasaii kanak-kanak dalam waktu yang trelatif singkat. Yaitu dalam waktu antaratiga atau empat tahun saja.
Dari pengamatan diatas dapat disumpulkan  bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatualat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat.. lalu karena suakr dibuktikan secaaraempiris, maka pandanagn ini mengajukan satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani. Mengenai hipotesis nurani ini perlu dibedakan adanya dua macam hipotesisis nurani, yaitu hipotesiss nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme (simanjuntak, 1977). Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang mengatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukan oelh fitur-fitur nurani yang khusus dari organism manusia. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme mengatakan bahwa proses emerolehan  bahasa oleh manusia ditentukan perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dwengan pengalaman. Mengenai hipotesis nurani bahasa, Chomsky dan miller (19570 mengatakan adana alat khusus yangdimiliki setiap kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa. Alat iktu namanya language acquisition device (LAD), yang berfungsi untuk memungkinkan seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Dalam perkembanganya yang terakhir pengkajian pemerolehan bahasa sudah lebih memperhatikan tiga buah unsure yang dulu kurang diperhatikan oleh LAD, yaitu (1)korpus ucapan, yang kini dianggap berfungsi  lebih daripada menggiatkan LAD saja, (2) peranan semantic yang lebih daripada sintaksis, (3) peranan perkembangan kognisi yang sangat menentukan dalam proses pemerolehan bahasa. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa hipotesis nurani mekanisme lebih menairk perhatian beberapa ahli  tertentu daripada hipotesis nurani bahasa, yang sebelumnya lebih diperhatikan sebagai pengklajian pemerolehan bahasa.
b.     Hipotesis tabularasa
Secara harfiah berarti ‘kertas kosong’. Dalam arti belum ditulis apa-apa. Lalu hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini, menurut hipotesis tabularasa semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistic yang dialami dan dialami oleh manusia itu. Menurut skinner (1957) berbicara merupakan satu respon operan yang dilazimkan untuk menjelaskan halmitu skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respons bahasa yang hamper serupa  fungsinya dengan ucapan, yaitu mands,tacs,echoics, textual, dan intra verbal operant.
c.     Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Dalam kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh piaget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan porses-proses pemerolehan bahasa kanak-kanak. Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kogniti, nbahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor.. menurut piaget (1955) ucapan holofrasis pertama selalu menyampaikan pola-pola yang pada umumnya mengac kepada kanak-kanak itu sendiri.

3.     Memori, Pikiran, dan bahasa ( soenjono dardjowidjojo)
Pemerolehan pada bidang leksikon
Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi
a.    Macam kata yang dikuasai
Macam kata yang dikuasai anak mengikuti prinsip sini dan kini.dengan demikian kata-kata apa yang akan diperoleh anak pada awal ujaranna ditentukan oleh lingkungannya.. dari macam kata yang ada, yakni kata utama dan kata fungsi, anak menguasai kata utama lebih mendahului. Karenea kata utama ada paling tidak tiga, yakni m nomina, vberba, dan adjektiva, maka pertanyaan yang muncul adalah mana dari ketoiga ini yang muncul lebih dahulu.
b.    Cara anak menentukan makna
Dalam hal penentuan makna suatu kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah satu diantaranya adalah yang dinamakan overextension yang telah diterjemahkan menjadi penggelembung makna(dardjowidjojo. 200).diperkenalkan dengan suatu konsep baru, anak cenderung untuk mwnggambarkan salah satu fitur dari konsep itu, lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki fiture tersebut. Dengan singkat dapat dikatakan  bahwa penggelembungan dapat berdasarkan bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, dan tekstur. Disamping overextension atau penggelebungan ini, anak juga memakai underextension yang telah diterjemahkan menjadi penciut makna.
c.    Cara anak menguasai makna kata
anak tidak mengauasai makna kata secara sembarangan.  Strategi lain adalah strategi cakupan objek pada strategi ini kata yang merujuk pada suatu objek merujuk pada objek itu secara keseluruhan, tidak hanya sebagian dari objke itu saja.. strategi ketiga adalah strategi peluasan (extendability), strategi ini mengasumsikan bahwa kata tidak hanya merujuk pada objek asliny saja tetapi juga pada objek-objek lain dalam kelompok yang sama.strategi keempat adalah cakupan kategori (categorical scope), strategi ini menyatakan bahwa kata dapat diperluas pemakauanya untuk objek yang termasuk dalam kategori dasar yang sama. strategi kelima adalah strategi “nama-baru-kategori tak-bernama”, anak yang mendengar kata, dan setelah dicari dalm leksikon mental dia ternyata kata ini tidak ada rujukannya maka kata itu akan dianggap kata baru dan maknanya ditempelkan [ada objek, perbuatan, atau atribut. strategi keenam adalah strategi konvensionalitas. anak berasumsi bahwa pembicara memakai kata-kata yang tidak terlaluy umum tetapi juga tidak terlalu khusus. strategi-strategi yang bersifat unibversal inimembantu anak dala emngausai makna kata.
d.     Pemerolehan dalam bidang pragmatic
Pragmatic adalah studui tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat yang sama(nino dan snow 1998:9; verschuere 199::1). Pragmatic merupakan bagian dari perilaku berbahasa maka penelitian mengenai pemerolehan bahasa bahasa perlu pula mengamati bagaimana anak mengembangkan kemampuan pragmatiknya
1)    Pemerolehan niat komunikatoif
Semua ini ditentukan pada saat pra-vokalisasi dan sering dirujuk dengan istilah protodeklaratif dan prono-imperatif(nino dan snow 1996. 47). Seteklah perkembangan biologisnya memungkinkan anak mulai mewujudkan niat komunikatifnya dalam bentuk bunyi.
2)    Pemerolehan kemampuan percakapan
Mengenai pengembangan kemampuan percakapan, anak juga secara  bertaap menguasai aturan-aturan yang ada. Seperti dinyatakan sebelumnya, percakapan mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen (1) pembukaan, (2) giliran, (3) penutup. Secara naluri anak akan tahu kapan pembukaan percakapan itu tadi.
e.    Pengembangan piranti wacana
Pada anak wacana umumnya berbentuk percakapan antara anak dengan orang tua atau dengan anak lain. Percakanpan seperti ini dapat berjalan cukup lancer karena interlokutotr anak adalah orang-orang dekat yang umumnya memberikan dukungan kalimat-kalimat penyambung.
f.    Waktu pemerolehan bahasa dimulai
g.    Melalui saluran intrauterine anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih janin(kent dan miolo 1996; 304) kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara biologis kata-kata itu masuk kejanin.

Perbandingan
Dari ketiga teori mengenai pemerolehan bahasa, teori menurut abdul chaer dan patedda hamper sama dan konsepnya juga hamper sama, sedang jika disbanding dengan soenjono dardjowidjojo sedikit berbeda dan mempunya konsep yang berbeda.

tiga sudut pandang
 

1.    Akuisisi bahasa (patedda)
a.    Akuisisi bahasa
Penggunaan istilah akuisisi bahasa dirasakan lebih sederhana dank arena itu telah digunakan secara umum(lyons, 1981:252). Istilah bahasa yang dapat ditafsirkan sebagai akuisisi suatu bahasa digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa. Kecakapan berbahasa itu berkembang terus tahap demi tahap dan makin berdiferesi sesuai dengan perkembangan intelegensi dan latar belakang social-budaya yan membentuknya. Itu sebabnya kipsrsky (tarigan ,1985:243) mengatakan “pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjai dengan ucapan-ucapan orangtuanya sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut”.akuisisi bahasa, kita mempelajari bahasa dilihat dari segi ontogeninya, yakni perkembangan bahasa setiap individu yang berbeda dari usaha mempelajari bahasa dari segi pilogeni.yakni perkembangan bahasa melalui tahap-tahapnyadalam sejarah(stork dan widdowson,1974:134). Campbell dan roger (lyons, ed., 1980:242)mengatakan bahwa “akuisisi bahasa adala proses dimana anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya”
1.    Teori akuisisi bahasa
Dihubungkan dengan psikolinguistik, ada tiga teori akuisisi bahasa yang akan diuraikan pada bagian ini. Ketiga teori akuisisi bahasa itu, ialah teori behavioristik, teori nativistik, teori kognitif.
a.    Teori behavioristik
Menurut pandangan kaum behavioristik atau kaum empiris atau kaum mekanis atau kaum antimentalistik, tidak ada struktur linguistic yang dibawa anak sejak lahir. ( brown 1980:18) berkata “anak lahir kedunia ini seperti kain putih tanpa catatan-catatatn, lingkunganylah yang akan membentuknya yang perlahan-lahan dikondisi oleh lingkungan  dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Ada beberapa prinsip pokok yang membedakan pandangan kaum behavioris dengan pandagan lain,  misalnya pandangan  dalam psikologi untsur, psikologi  piker, psikologi gestalt. Prinsip-prinsip pokok itu terletak  pada 1. Objek psikologi bagi kaum behavioris adalah kelakuan atau tingkah laku, 2. Segala bentuk tingkah laku adalah susunan reflex, 3. Penghargaan diberikan kepada pengaruh pendidikan (silangen dkk., 1960:182) seperti kita ketahui teori  teori belajar behavioris menjelaskan perubahan tingkah laku dengan menggunakan model stimulus (s) dan respon (R).dengan demikinan akuisisi bahasa dapat diterangkan berdasarkan konsep SR. kaum behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahaa yang berdya guna untuk menghasilkan respons yang benar terhadap setiap stimulus.
b.    Teori akuisisi bahasa yang mentalistik
Chomsky (1968) Berpendapat ahwa ujaran anak-anak dapat dipengaruhi oleh kaidah-kaidah yang mereka dengar. Chomsky juga berpendapat bahwa anak yang lahir ke dunia ini telah membawa kapasitas atau potensi bahasa. Kapasitas atau potensi bahasa ini akan turut menetukan struktur bahasa yang akan merekan gunakan. Bagi kaum mentalis atau rasionalis atau nativis, proses akuisisi bahasan bukan karena hasil proses belajar, tetapi karena sejak anak lahir ia telah  memiliki sejumlah kapasitas atau porensi bahasa yang akan berkembang ssuai dengan proses kematangan intelektualnya.telah dikatakan di atas bahwa anak yang lahir telah membawa sejumlah kapasitas atau potensi bahasa. Dalam hubungan ini kaum mentalis mengemukakakn alas an (i) semua manusia belajar bahasa tertentu, (ii)semua bahasa manusia sama-sama dapat dipelajari oleh manusia, (iii) semua bahasa manusia berbeda dalam aspek lahirnya, tetapi semua bahasa mempunyai cirri pembeda yang umum, (iv) cirri-ciri pebeda ini yang terdapat pada semua bahasa merupakan kunci terhadap pengertian potensi bawaan bahasa tersebut (stork dan widdowson., 1974: 135). Kaum mentalis mengemukakan proses akuisisi bahasa pertama. Menurut mereka akuisisi bahasa pertama pada tahap awal biasanya berupa kalimat kedua kata. Manifestasi bahasa kalimat dua kata seperti disebut tata bahasa pivot yang dalam tulisan tersebut  dissebut dua kata.
c.    Teori akuisisi bahasa yang kognitiftik
Pendekatan kognitif yang melahirkan teori kognitif dalam psikolinguistik ini memandang  bahasa lebih mendalam lagi. Kalau penganut behavioris berpendapat bahwa hanyadata yang dapat diindera yang dapat diketahui, maka penganut teori kognitif beranggapan  bahwa struktur serta proses lingustik yang abstrak mendasari produksi dan komprehensi ujaran. Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil pekerjaan yang nonbehavioris. Titik awak teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik pemahaman maupun produksi serta komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah.penganut teori kognitif beranggapan bahwa ada prinsip yang mendasari organisasi linguistic yang digunakan oleh anak untuk menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan linguistiknya.
b.    Proses akuisisi bahasa
Telah ada keyakinan di antara sesame ahli psikolinguistik bahwa akuisisi bahasa bersifat dinamis, artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap satu ke tahap yang lain(lowenthal, et-al, 1982:11)., didalam akusisi tahap perkembangan akuisisi ini terjadi, (i0 perubahan –perubahan, terutama yang berhubungan dengan struktur bahasa, (ii) perkembangan ini ditentukan oleh interaksi personal, berfungsinya syaraf secara baik, dan proses kognitif, (iii) bahwa dalam akuisisi terjadi proses pemilihan kata-kata dan struktur yang tidfak dianalisisis oleh anak, dan 9iv) bahwa teori yang digunakan bersifat umum.

2.    Pemerolehan Bahasa: Beberapa Hipnotesis (abdul chaer)
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun banyak juga yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua , seperti nurhadi dan roekhan (1990). Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Jadi, kemampuan linguistic terdiri dari kemampuan memahami dan kemampuan melahirkan linguistic teridi dari kemampuan  memahami  dan kemampuan melahirkan atau menerbitkan kalimatkalimat baru yang dalam linguistic trasformasi generative deisebut perlakuan, atau pelaksanaan bahasa, atau performansi. Sejalan dengan teori Chomsky (19957, 1965), kompetensi itu mencakup tiga buah kompetensi tata bahasa yaitu sintaksis, semanticdan , komponen fonologi. Sebelum ketiganya dibicarakan maka membicarakan beberapa teori  atau hipotesisi yang berkaitan dengan masalah  pemerolehan bahasa itu
a.    Hipotesis nurani
Pemerolehan bahasaa, jelas yang diperoleh kanak-kanak adalah kompetensi dan performnasi  bahsasa pertamanya itu. Kemudian karena tata bahasa itu terdiri dari komponen sintaksis, semantic, dan fonologi, dan setiap komponen itu berupa kaidah.. pertanyaan kita sekarang adalah alat apakah yang digunakan kanak-kanak untuk memperoleh  kemampuan berbahasa? Menurut Chomsky adalah hipotesisis nurani. Hipotesis nirani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak(lenneberg, 1967, Chomsky, 1970) diantaranya hasil pengamatan itu adalah sebagai berikut ini.
1)    semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya, asal saja “diperkenalkan” pada bahasa ibunya itu. Maksudnya, dia tidak diasingkan dari kehidupan ibunya.
2)     Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan kanak-kanak. Artinya baik anak yang cerdas maupun yang tidak cerdas akan memperoleh bahasa itu.
3)    Kalimat=kalimat yang didengar kanak-kanak seringkali tidak gramatikal, tidak lengkap, dan jumlahnya sedikit.
4)    Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain, hanya manusia yang dapat berbahasa.
5)    Proses pemerolehan bahasa kanak-kanak dimana pun sesuai dengan jadwal yang erat kaitanya dengan proses pematangan jiwa kanak-kanak.
6)    Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat univbersal. Namun, dapat dikuasaii kanak-kanak dalam waktu yang trelatif singkat. Yaitu dalam waktu antaratiga atau empat tahun saja.
Dari pengamatan diatas dapat disumpulkan  bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatualat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat.. lalu karena suakr dibuktikan secaaraempiris, maka pandanagn ini mengajukan satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani. Mengenai hipotesis nurani ini perlu dibedakan adanya dua macam hipotesisis nurani, yaitu hipotesiss nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme (simanjuntak, 1977). Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang mengatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukan oelh fitur-fitur nurani yang khusus dari organism manusia. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme mengatakan bahwa proses emerolehan  bahasa oleh manusia ditentukan perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dwengan pengalaman. Mengenai hipotesis nurani bahasa, Chomsky dan miller (19570 mengatakan adana alat khusus yangdimiliki setiap kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa. Alat iktu namanya language acquisition device (LAD), yang berfungsi untuk memungkinkan seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Dalam perkembanganya yang terakhir pengkajian pemerolehan bahasa sudah lebih memperhatikan tiga buah unsure yang dulu kurang diperhatikan oleh LAD, yaitu (1)korpus ucapan, yang kini dianggap berfungsi  lebih daripada menggiatkan LAD saja, (2) peranan semantic yang lebih daripada sintaksis, (3) peranan perkembangan kognisi yang sangat menentukan dalam proses pemerolehan bahasa. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa hipotesis nurani mekanisme lebih menairk perhatian beberapa ahli  tertentu daripada hipotesis nurani bahasa, yang sebelumnya lebih diperhatikan sebagai pengklajian pemerolehan bahasa.
b.     Hipotesis tabularasa
Secara harfiah berarti ‘kertas kosong’. Dalam arti belum ditulis apa-apa. Lalu hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini, menurut hipotesis tabularasa semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistic yang dialami dan dialami oleh manusia itu. Menurut skinner (1957) berbicara merupakan satu respon operan yang dilazimkan untuk menjelaskan halmitu skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respons bahasa yang hamper serupa  fungsinya dengan ucapan, yaitu mands,tacs,echoics, textual, dan intra verbal operant.
c.     Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Dalam kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh piaget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan porses-proses pemerolehan bahasa kanak-kanak. Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kogniti, nbahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor.. menurut piaget (1955) ucapan holofrasis pertama selalu menyampaikan pola-pola yang pada umumnya mengac kepada kanak-kanak itu sendiri.

3.     Memori, Pikiran, dan bahasa ( soenjono dardjowidjojo)
Pemerolehan pada bidang leksikon
Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi
a.    Macam kata yang dikuasai
Macam kata yang dikuasai anak mengikuti prinsip sini dan kini.dengan demikian kata-kata apa yang akan diperoleh anak pada awal ujaranna ditentukan oleh lingkungannya.. dari macam kata yang ada, yakni kata utama dan kata fungsi, anak menguasai kata utama lebih mendahului. Karenea kata utama ada paling tidak tiga, yakni m nomina, vberba, dan adjektiva, maka pertanyaan yang muncul adalah mana dari ketoiga ini yang muncul lebih dahulu.
b.    Cara anak menentukan makna
Dalam hal penentuan makna suatu kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah satu diantaranya adalah yang dinamakan overextension yang telah diterjemahkan menjadi penggelembung makna(dardjowidjojo. 200).diperkenalkan dengan suatu konsep baru, anak cenderung untuk mwnggambarkan salah satu fitur dari konsep itu, lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki fiture tersebut. Dengan singkat dapat dikatakan  bahwa penggelembungan dapat berdasarkan bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, dan tekstur. Disamping overextension atau penggelebungan ini, anak juga memakai underextension yang telah diterjemahkan menjadi penciut makna.
c.    Cara anak menguasai makna kata
anak tidak mengauasai makna kata secara sembarangan.  Strategi lain adalah strategi cakupan objek pada strategi ini kata yang merujuk pada suatu objek merujuk pada objek itu secara keseluruhan, tidak hanya sebagian dari objke itu saja.. strategi ketiga adalah strategi peluasan (extendability), strategi ini mengasumsikan bahwa kata tidak hanya merujuk pada objek asliny saja tetapi juga pada objek-objek lain dalam kelompok yang sama.strategi keempat adalah cakupan kategori (categorical scope), strategi ini menyatakan bahwa kata dapat diperluas pemakauanya untuk objek yang termasuk dalam kategori dasar yang sama. strategi kelima adalah strategi “nama-baru-kategori tak-bernama”, anak yang mendengar kata, dan setelah dicari dalm leksikon mental dia ternyata kata ini tidak ada rujukannya maka kata itu akan dianggap kata baru dan maknanya ditempelkan [ada objek, perbuatan, atau atribut. strategi keenam adalah strategi konvensionalitas. anak berasumsi bahwa pembicara memakai kata-kata yang tidak terlaluy umum tetapi juga tidak terlalu khusus. strategi-strategi yang bersifat unibversal inimembantu anak dala emngausai makna kata.
d.     Pemerolehan dalam bidang pragmatic
Pragmatic adalah studui tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat yang sama(nino dan snow 1998:9; verschuere 199::1). Pragmatic merupakan bagian dari perilaku berbahasa maka penelitian mengenai pemerolehan bahasa bahasa perlu pula mengamati bagaimana anak mengembangkan kemampuan pragmatiknya
1)    Pemerolehan niat komunikatoif
Semua ini ditentukan pada saat pra-vokalisasi dan sering dirujuk dengan istilah protodeklaratif dan prono-imperatif(nino dan snow 1996. 47). Seteklah perkembangan biologisnya memungkinkan anak mulai mewujudkan niat komunikatifnya dalam bentuk bunyi.
2)    Pemerolehan kemampuan percakapan
Mengenai pengembangan kemampuan percakapan, anak juga secara  bertaap menguasai aturan-aturan yang ada. Seperti dinyatakan sebelumnya, percakapan mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen (1) pembukaan, (2) giliran, (3) penutup. Secara naluri anak akan tahu kapan pembukaan percakapan itu tadi.
e.    Pengembangan piranti wacana
Pada anak wacana umumnya berbentuk percakapan antara anak dengan orang tua atau dengan anak lain. Percakanpan seperti ini dapat berjalan cukup lancer karena interlokutotr anak adalah orang-orang dekat yang umumnya memberikan dukungan kalimat-kalimat penyambung.
f.    Waktu pemerolehan bahasa dimulai
g.    Melalui saluran intrauterine anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih janin(kent dan miolo 1996; 304) kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara biologis kata-kata itu masuk kejanin.

Perbandingan
Dari ketiga teori mengenai pemerolehan bahasa, teori menurut abdul chaer dan patedda hamper sama dan konsepnya juga hamper sama, sedang jika disbanding dengan soenjono dardjowidjojo sedikit berbeda dan mempunya konsep yang berbeda.

Akuisisi Bahasa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4HskzlhvUOFn9awBafR5AX_9qRPljwlYkcJHK0eIFQNFApAoYOReyagB_As1ANq3DoBUXJ-djUAzjtk8dCZnBns6zYJCgMLRFvEND2GzFXUtHgfU3vD9MTVn1cWHYREdR4BFh5Oipvw/s72-c/people.jpg
View detail
 
Support : Creating Website | Pendidikan Budaya | Kuniawan Restu Pambudi
Copyright © 2013. PENDIDIKAN BUDAYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Pendidikan Budaya
Proudly powered by Blogger