KRITIK UNSUR INTRINSIK PADA CERITA PENDEK “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYdNGOEiw48iyr-ZVADz2Vq0WgvlFFghY12l9_wp86DCnBi5NEwbV1-Il0tbn6b1mHKXde2weyH4EeZKsf6fUUAPS2-jQdVnFpxGgSw3W61PYQrun78wiFMrh7_FxdKjHDd9JXvhm6eA/s72-c/Robohnya-Surau-Kami.jpg
A.
Latar Belakang Masalah
Cerpen berperan sebagai
pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan,
seperti yang diungkapakan Saini K.M. (1989:49). Oleh karena itu, jika cerpen
dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup
dan menarik. Tidak hanya itu, cerpen dengan segala
permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. pembelajaran
sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan
karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalaran, dan daya khayal, serta kepekaan
terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian peran
pelajaran sastra menjadi sangat penting. Mengingat perannya yang sedemikian itu,
maka terselenggaranya pembelajaran sastra yang menarik dan menyenangkan akan
menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena
pelajaran seperti ini akan dapat mendidik siswa untuk dapat mengenal dan
menghargai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsanya, juga untuk dapat
menghargai hidup, menikmati pengalaman orang lain, serta dapat menemukan makna
hidup dan kehidupan. Jadi, dengan mempelajari cerpen (sastra) berarti siswa
diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya siswa akan sangat
antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan
mengeluarkan segala pengalaman dan pengetahuannya.
Dipilihnya
cerpen karya A.A. Navis karena keistimewaannya yaitu terletak pada teknik penulisan
A.A.Navis yang tidak biasa pada saat itu, dan struktur dari cara penulisannya. Selain
itu cerpen A.A.Navis ini lebih banyak mengingatkan kita untuk selalu bekerja
keras sebab kerja keras adalah bagian penting dari ibadah kita (Sapardi Djoko
Damono dalam kata pengantar Novel Kemarau karya A.A.Navis, 1992), jadi
cerpen robohnya surau kami cukup menarik untuk di analisis dan dikritik dari
tinjauan strultural.
B. Rumusan
masalah
1.
Bagaimana synopsis pada cerpen Robohnya
Surau Kami karya A.A. Navis?
2.
Bagaimana unsur intrinsic (alur, latar,
penokohan, amanat) pada cerpen Robohnya
Surau Kami karya A.A. Navis?
C. Tujuan
1.
Dapat mengetahui synopsis pada cerpen Robohnya
Surau Kami karya A.A. Navis.
2.
Dapat mengetahui dan mengkritik unsure intrinsic
(alur, latar, penokohan, amanat) cerpen robohnya surau kami karya A.A. Navis.
BAB II
KAJIAN TEORI
Penelitian
karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik
atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra
sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan
struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut
pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar
belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar
karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan
struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135).
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu
pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur
struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau
keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Mengenai
struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur
pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan
untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri
dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah
gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99).
Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung
pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara
keseluruhannya.
Struktur
karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan
amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun
karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
1.
Alur (plot)
Dalam
sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu
(Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu
disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting
karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa
yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita
terhadap cerita yang ditampilkan. Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur
atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai
interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam
keseluruhan karya fiksi. Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113)
mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan
cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui
rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau
membangun pemahaman dari jalannya cerita. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi
yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang
saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta aderetan peristiwa itu
diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112). Karena alur berusaha
menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka secara linier
bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap
penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan
situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan
teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya.
b. Tahap
pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang
berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada
tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya.
c. Tahap
kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal
ataupun kedua-duanya.
d. Tahap
klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada
tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama
sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap
penentuan nasip tokoh.
e. Tahap
penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan
jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150).
2.
Tokoh
Dalam
pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan.
Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan
menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang
diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita.
Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh
waktu.Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan
oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut: Tokoh menunjuk pada
orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165) Penokohan adalah bagaimana
pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh
tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan
teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau
kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93). Watak, perwatakan, dan
karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh
pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro,
2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara
penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman
mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra
tokoh (1992: 23). Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5)
bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di
dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan
terbentuk.
3. Latar (setting)
Kehadiran
latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah
dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan
segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Latar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan
dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala
keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana
(1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan hanya
menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari
suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain
sebagianya.
a.
Latar tempat
Latar
tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia
nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi
pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya
berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa,
sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi
berbagai lokasi.
b. Latar waktu
Latar
waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah.
Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar
pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
4.
Tema dan amanat
Secara
etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu
sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata
significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan
subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang
memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik
pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama
sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan. Lebih jauh Sudjiman
memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang
mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya
sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini: “dari sebuah karya
sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin
disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang
diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya
itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa
secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau
ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir.
Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan,
saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).
BAB III
PEMBAHASAN
Sinopsis
Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk.
Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin
dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang
itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai
Garin.Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang
paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai
pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu
berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.Kehidupan orang ini agaknya monoton.
Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau,
beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot
bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain,
apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.Suatu ketika
datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu,
keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo
Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa
yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia
pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin
rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak
berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa
bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang
dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji
Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai.
Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu
memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan
hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan
cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.Kematiannya sungguh mengejutkan
masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya.
Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo
Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap
pergi bekerja.
Unsur
Intrinsik
a.
Tema
Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami
sesungguhnya terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan
Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada halaman 10 berikut ini.
“Sedari
mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga
seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin
cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada
Allah Subhanahu Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor
enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan
neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan
pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku
bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud
kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca
KitabNya. “Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya.
“Astaghfirullah” kataku bila aku terkejut. ” Masa Allah bila aku kagum.” Apakah
salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
Dengan
demikian, jika kita buat kesimpulan dari kutipan di atas maka tema cerpen ini
adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah kelalaiannya itu
akhirnya mampu membunuh dirinya. Dan simpulan temanya itu ternyata bersifat
universal. Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya A.A. Navis ini diteima
oleh setiap orang.akan tetapi tema yang seperti ini perlu sebuah bumbu-bumbu
dalam permasalahn yang lebih kompleks lagi supaya lebih menarik dan membuat
penasaan sang penikmat karya.
b.
Latar
Latar
Tempat
Latar
jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan,
kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam
cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di
surau, dan sebagainya
Kalau
beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis,
Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke
barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan di jalan
kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke
jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau
tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah
pancuran mandi. (hlm. 1 )
Pada kutipan di atas kurang mengatakan kepastian dari
letak dan apa nama tempat tersebut kurang jelas disebut,sehingga masih belum bisa
diketahui,dan hanya dijelaskan bahwa itu disebuah kota/
Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada
yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada
latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut :
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat
Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….” (hlm. 10)
Di atas pada kutipan tersebut menjadi sebuah ambigu bahwa hanya dikatakan
pada suatu waktu,tidak dijelaskan kepastian waktu yang dipakai pada cerita itu
c.
Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan
yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokoh dan wataknya. A.A.
Navis menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut.
Tokoh Aku
Tokoh ini begitu
berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si Kakek
yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau. Pengarang
menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Banyak
rasa mengetahui dari berbagai permasalahan dan mengetahui jalan cerita secara
baik.Datanya seperti berikut.
Tiba-tiba
aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi
tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ?
Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: “Apa ceritanya, kek ?”
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi
yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi kakek : “Bagaimana
katanya, kek ?”.(hlm.9).
“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,”
kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Aku
cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya
dia.(hlm.16).
Ajo Sidi
….Maka aku
ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin
ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat
orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang
terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses
terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi
pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak
pelaku-pelaku ceritanya….(hlm.8-9)
Tokoh
ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan
keberlangsungan cerita ini. Ajo sidi merupakan tokoh yang banyak berbicara
tanpa ada kejelasan dan bukti-bukti.watah tokoh ini cukup menarik juga, karena
pintar memainkan pisikologi seseorang.
Kakek Garin
. Dia menjadi pusat
cerita. Oleh si pengarang tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah
dipengaruhi dan gampang mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya,
serta terlalu mementingkan diri sendiri kepentingan diri sendiri.
Penggambaran
watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cerita Ajo Sidi. Padahal
yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu
seperti memakan mentah-mentah. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya
serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa
segera bertobat dan bersyukur kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup
dan kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia segera
mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa yang lebih besar. Pada
penggambaran watak si kakek ini cukup membuat pembaca untuk diajak berfikir
untuk bisa mengetahui watak sesungguhnya dari tokoh kakek.
d.
Amanat
Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh
pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi
yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok
persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita
pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat
merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada
pembacanya. Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami
karya A.A. Navis adalah: “jangan hidup hanya untuk beribadah tetapi juga
harus bermasyarakat.” Hal ini terdapat pada kutipan::
“…,
kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua,
sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu
mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu,
saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih
suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak
membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya beramal disamping
beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin .…” (hlm.
15).
pada kutipan di atas di jelaskan tentang sikap yang malas
dan fanatik, akan tetapi sikap tersebut sangat tepat digunakan untuk memperjelas
dari sang tokoh terhadap amanat yang akan disampaikan oleh pengarang
”….
Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan
kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga
mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu
egoistis, padahal engkau didunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak
memperdulikan mereka sedikitpun.” (hlm 16)
Seperti
kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup tidak hanya untuk ibadah,
tetapi harus seimbang antara beragama dan bermasyarakat. Dalam penyampaiannya
pengarang menyampaikan amanat dengan memberikan watak kakek yang cukup jelas
dipahami maksud amanat tersebut.
KESIMPULAN
Berikut adalah kesimpulan dari Cerpen Robohnya Surau Kami
karya A.A. Nvis yang mempunyai beberapa pokok kesimpulan.
1.
Tema
Tema cerpen ini adalah persoalan
batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi
2.
alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur
karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab
kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan
akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di
awal bagian akhir.
3.
Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat
orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh.
1)
Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
2)
Ajo Sidi adalah orang yang suka berbicara tanpa bukti.
3)
Kakek Garin adalah orang yang egois dan lalai, mudah
dipengaruhi dan mempercayai orang lain.
d. Amanat cerpen ini adalah
1) jangan
hidup hanya untuk beribadah tetapi juga harus bermasyarakat
2)
jangan malas dan fanatic terhadap satu bidang
3)
jangan egois
Daftar Pustaka
Sayuti, Suminto A.2000. Berkenalan
dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra.
Jakarta: Angkasa raya
Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta.: Gajah Mada University Press.
Jakop Sumardjo. dan Saini K.M.
1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Panuti Sujiman. 1996. Kamus Istilah
Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Soediro satoto. 1993. Metode
Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai
Sastra. Jakarta: Gramedia.
Wellek, Rene dan Austin Warren.
1993. Teori Kesusastraan. (Terj. Melani Budianta) Jakarta: Gramedia.
KRITIK
UNSUR INTRINSIK PADA CERITA PENDEK “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS
Kajian Struktural
Dosen Pemngampu Rina Ratih
Tugas ini dibuat sebagai
tugas akhir semesater lima mata kuliah kritik sastra
Disusun oleh:
Kurniawan Restu P.
09003306
A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2012
+ komentar + 1 komentar
gan ada juga kah sinopsis cerpen yang lainnya?
Posting Komentar
SILAHKAN BERIKAN KOMENTAR UNTUK MENUNJANG KEMAJUAN BLOG INI. TRIMAKASIH