PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PADA NOVEL PENGAKUAN PARIYEM KARYA LINUS SURYADI AG. DAN NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNWS70Btv855AvRCE1kUOTxjy84T2i3bW8DSELrP_V1snKz3Ekoa4M2vXqNbJNi5FSvMjG-JhelefGeh591tLkYXr6Ej2wVlPT9xn-WEWNxXst2PKhzlFr3XzTtCwmnG4sJddj7ooEBg/s72-c/pariyem.jpg
A.
Latar
Belakang
Sebuah Karya
sastra tercipta karya sastra lain itu bias saja terjadi, Setiap karya pasti mempunyai referensi dari karya lain
sebelum karya itu lahir dan menjadi karya yang baru. Karya yang baru tersebut
secara otomatis mempunyai hubungan terhadap karya yang sebelumnya telah ada,
dan hubungan tersebut disebut dengan intertekstual. Hubungan tersebut dapat
secara eksternal maupun internal. Sebenarnya tidak hanya dua karya yang dapat
dilihat mempunyai hubungan interteks. Dapat juga dalam karya satu dengan
beberapa karya yang lain, tidak hanya dengan satu karya. Karya yang mempunyai
hubungan interteks tidak hanya didapat dari satu jenis karya, misalnya novel
dengan novel lain, cerpen dengan cerpen. Namun hubungan interteks tersebut
dapat dilihat dari berbagai jenis, misalnya cerpen dengan lukisan, puisi dengan
patung, dan sebagainya.
Dalam novel Pengakuan Periyem karya Linus Suryadi Ag. dan
novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif merupakan dua novel yang menceritakan
tentang kisah perempuan Jogja yang mempunyai perasaan lega lila terhadap apa yang menimpanya. Oleh karena itu, peneliti
akan mengkaji kedua novel tersebut secara lebih mendalam untuk dapat mengetahui
hubungan yang terdapat dalam kedua karya yang merupakan satu jenis.
B.
Pembatasan
Masalah
Novel
Pengakuan Pariyem dengan Novel Perempuan Jogja dikaji dengan Intertekstual yang mempunyai banyak bahan untuk dikaji. Karena hal tersebut,
peneliti membatasi masalah yang akan dikaji dalam makalah ini. Pembahasan dalam
makalah ini hanya mengkaji tentang beberapa aspek
persamaan dan perbedaan yang
ada pada novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi dengan novel Perempuan Jogja
serta penentuan hipogarm dan teks transformasi dari kajian intertekstual.
C.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
persamaan
tema, perwatakan, setting, dan penggunaan bahasa, yang terdapat pada
novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. dengan Perempuan Jogja karya
Ahmad Munif?
2.
Apa Perbedaan Pemikiran Tokoh pada Novel Pengakuan Pariyem dengan Novel Perempuan Jogja?
3.
Bagaimana
penentuan hipogram dan teks transformasi dari kajian intertekstual pada novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. dengan Perempuan Jogja karya Ahmad
Munif?
D.
Tujuan
1.
Dapat mengetahui persamaan tema, perwatakan, setting, dan
penggunaan bahasa, yang terdapat pada novel Pengakuan Pariyem
karya Linus Suryadi Ag. dengan Perempuan Jogja karya Ahmad Munif.
2.
Dapat mengetahui Perbedaan Pemikiran Tokoh pada Novel Pengakuan Pariyem dengan Novel Perempuan Jogja.
3.
dapat menentukan hipogram dan teks transformasi dari kajian
intertekstual pada novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. dengan
Perempuan Jogja karya Ahmad Munif.
Kajian
Teori
Pengertian dari
intertekstual sebenarnya mempunyai kata asal yang berupa kata inter dan teks.
Dalam bukunya, Ratna menyebutkan “inter” mempunyai arti (di) antara, sedang
kata “teks” berasal dari kata textus
(Latin) yang artinya tenunan, anyaman, susunan, dan jalinan. Intertekstual
dengan demikian didefinisikan sebagai hubungan atau jaringan antara satu teks
dengan teks-teks lain (Ratna, 207: 212). Dalam teori interteks dibedakan antara
kutipan, kerangka pemikiran, dan tiruan, khususnya dengan plagiat. Interteks
mengimplikasikan intersubjektivitas, pengetahuan terbagi yang diaplikasikan
dalam proses membaca. Menurut para strukturalis (Culler, 1977: 137-139) pada bukunya Ratna, ada beberapa konsep
penting yang harus dijelaskan agar pemahaman secara intertekstual dapat dicapai
secara maksimal. Konsep-konsep tersebut diantaranya yaitu recuperation (prinsip penemuan kembali), naturalisation (prinsip untuk membuat yang semula asing menjadi
biasa), motivation (prinsip
penyesuaian, bahwa teks tidak arbitrer atau tidak koheren), dan vraisemblation (prinsip integrasi antara
satu teks dengan teks atau sesuatu yang lain).
Teori interteks
sangat penting dalam memahami sastra. Tidak ada karya yang asli dalam
pengertian yang sesungguhnya. Artinya, tidak ada karya yang tidak diciptakan
dalam keadaan kosong tanpa referensi dunia lain. Dalam proses interteks, konsep
yang memegang peranan penting adalah hypogram.
Menurut Rifaterre, hypogram sebagai
struktur prateks, generator teks puitika yang mungkin merupakan kata-kata
tiruan, kutipan, kompleks tematik, kata-kata tunggal, atau keseluruhan teks. Dalam bukunya Pradopo, Riffaterre mengungkapkan bahwa
hipogram merupakan sajak (teks sastra) yang menjad latar penciptaan karya
sastra sesudahnya. Pengarang, baik secara sadar atau
tidak menggunakan hypogram untuk
melahirkan matriks atau kata-kata kunci yang pada gilirannya melahirkan model
dan serial varian untuk melahirkan
matriks atau kata-kata kunci yang pada gilirannya melahirkan model dan serial
varian. Menurut Riffaterre, matriks, model, dan teks adalah varian hypogram. Masih dalam bukunya Pradopo, Julia Kristeva mengatakan
bahwa setiap teks sastra itu merupakan mosaik kutipan-kutipan, penyerapan dan
transformasi teks-teks lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sinopsis
1.
Sinopsis Novel Pengakuan Pariyem
Pariyem adalah seorang pembantu yang bekerja pada Ndoro kanjeng Cokro Sentono
di kraton Ngayogyakarta. Ia berasal dari Wonosari Gunung Kidul, karena Pariyem
beragam Katolik maka ia diberi nama baptis Maria Magdalena. Tetapi Pariyem
lebih sering dipanggil “Iyem”. Sebagai seorang pembantu, Pariyem sangat patuh
pada majikannya. Ia menerima dengan lapang apa yang ia dapat dan ia miliki
pariyem merasakan hidup ini mengalir apa adanya. Pariyem lahir dari seorang
bapak yang bernama Karso Suwito dan ibunya bernama Parjinah. Bapak Pariyem
merupakan seorang pemain ketoprak yang ulung paguyuban ketropaknya sangat laris
dizaman ia masih muda dahulu. Sedangkan ibu Pariyem merupakan seorang “ledhek” dan seorang sinden. Dia sangat
mahir menari tayub dan nembang jawa. Tapi pada zaman G-30-S/PKI paguyuban ini
tidak bisa diteruskan karena banyak anggotanya yang diduga anggota PKI dan di
tangkap oleh polisi.
Pariyem adalah seorang pembantu yang
mempunyai moto hidup “lega lila”. Ini terbukti saat diajak
tidur oleh raden Bagus Ario Atmojo putra kanjeng cokro. Ia hanya pasrah dan
rela ditiduri oleh putra tuannya walaupun ini bukan yang pertama bagi Pariyem
karena dahulu Pariyem pernah diajak tidur oleh mas Paiman dan sekarang telah
pergi bekerja di Jakarta.
Saat rumah sedang sepi Raden Ario sering
mengajak Pariyem tidur begitu juga saat Pariyem kepingin ia mengajak Raden
Ario. Tak lama berselang Periyem hamil dan hal ini diceritakan pada Ndoro
Wiwit Setiowati yang merupakan adik dari Raden Ario. Kemudian Ndoro Wiwit menceritakan hal tersebut pada ayahnya yakni
Kanjeng Cokro Sentono. Pada malam hari keluarga dikumpulkan untuk membahas
masalah yang dialami oleh Pariyem dan Raden Ario.
Keputusan
Kanjeng Cokro sangat bijak, ia tidak mengusir Pariyem tetapi menyuruh Pariyem
untuk pulang selama setahun dan kembali bekerja setelah anaknya lahir. Kanjeng
Cokro memberi nama anak tersebut Endang Sri Setianingsih. Saat bayinya berumur
setahun Pariyem harus sudah bekerja lagi di ndalem kraton. Begitulah setiap
minggu Pariyem harus bolak-balik Wonosari Yogyakarta demi anaknya Endang Sri
Setianingsih.
2.
Sinopsis Novel Perempuan Jogja
Ramadhan adalah mahasiswa di salah satu Universitas di
Jogja. Dia mengambil jurusan Hubungan Internasional. Ramadhan merupakan anak
dari keluarga sederhana dan ia membayar uang kuliahnya menggunakan uangnya
sendiri dengan merangkap bekerja menjadi seorang wartawan di salah satu media masa di Jogja. Keluarga RM
Sudarsono yang tinggal di pendopo Sudarsanan telah mengenal Ramadhan sejak
lama, karena ia sering mewawancarai RM Sudarsono yang merupakan istri dari RA
Niken dan ayah dari RM Danudirjo, suami dari Rumanti dan Indri Astuti tentang
kebudayaan. Rumanti adalah perempuan yang penurut terhadap suaminya, tidak
berani membantah apa yang dikatakan suaminya. Rumanti menikah dengan Danu
merupakan kehendak dari ayah dan ibunya, karena Danu mengalami stres dan hampir
gila ditinggal kekasihnya menikah dengan orang lain. Namun setelah tujuh belas
tahun menikah, mantan kekasihnya datang lagi menemui Danu karena diceraikan
suaminya. Akhirnya Danu dan Norma menikah dan dengan terpaksa Rumanti merelakan
untuk dimadu.
Suatu ketika, Ramadhan mulai tertarik dengan seorang
perempuan yang dilihatnya di kampus. Ia melihat gadis itu lagi pada acara
memperingati wafatnya penyair legendaris, Chairil Anwar. Dari saat itulah
Ramadhan mulai dekat dengan gadis tersebut yang ternyata merupakan anak dari RM
Sudarsono, Indri. Perjalanan kisah cinta mereka tidak begitu lancar, karena
Danu telah menjodohkan Indri dengan temannya, Suwito. Tetapi Danu tidak
mengetahui bahwa Suwito adalah laki-laki tidak baik. Ia mengetahui hal tersebut
ketika Danu pulang dari rumah sakit akibat menjadi korban pembunuhan yang
dilakukan Norma yang menginginkan uang dari suaminya oleh Popi, seorang remaja
dari keluarga yang amburadhul tetapi
mempunyai bakat. Akhirnya, Danu sadar bahwa Rumanti adalah istri yang paling
baik dan Ramadhan tidak lagi penghalang untuk menjalin hubungan dengan Indri.
B.
Persamaan Novel Pengakuan Pariyem dengan Novel Perempuan
Jogja
a.
Persamaan
tema
Tema pada novel Pengakuan Pariyem dengan Perempuan Jogja
mempunyai persamaan, yaitu sama-sama menceritakan tentang perempuan Jogja yang
pasrah/ikhlas/legowo dalam menghadapi
masalah kehidupan.
Penjelasan:
Pada novel Pengakuan Pariyem perempuan yang mematuhi apa
yang disampaikan oleh majikannya, dan pada novel Perempuan Jogja perempuan yang
menghargai seorang suami (tidak membantah).
b.
Persamaan
perwatakan
1)
Tokoh
perempuan pada kedua novel tersebut mempunyai watak patuh.
Pengakuan
Pariyem: sebagai seorang pembantu dia selalu menurut apa yang diperintahkan
majikannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kalimat:
“Yu Iyem, bukakan
pintu!!!”
Suara ndoro Putri Wiwit berseru
dan motor bebeknya menderu-deru
“Ya ndoro Putri, sebentaaaarrr!” (hlm. 183)
Perempuan
Jogja: sebagai seorang istri, Rumanti mematuhi apa yang dikatakan suaminya,
Danu. Hal tersebut dapat dilihat dalam kalimat:
“Rum”
“Ya, Mas.”
“Sediakan air hangat, aku mau mandi.”
“Sudah tersedia, Mas.”
Rumanti melangkah keluar dari kamar kerja suaminya. Danu
mencopot celana dan baju kemudian berganti piyama. Lelaki itu keluar menuju
kamar mandi dengan bernyanyi-nyanyi kecil. Di ruang makan, Rum menyiapkan makan
malam untuk danu. (hlm 6)
2)
Tokoh
perempuan yang diceritakan pada kedua novel tersebut mempunyai watak sabar.
Pengakuan
Pariyem : menerima dengan sabar dalam menjalani hidupnya sebagai pembantu.
Dapat dibuktikan dengan melihat kalimat berikut:
Saya
sudah terima, kok
saya
lega lila
Kalau
memang sudah nasib saya
sebagai
babu, apa ta repotnya?
Gusti
Allah Maha Adil, kok
saya
nerima ing pandum (hlm. 29)
Perempuan
Jogja: menerima dengan tabah apa yang dilakukan suaminya terhadap dirinya,
seperti dalam kalimat:
“Aku tahu dik, tapi kenyataan yang kita lihat perbedaan
itu memang ada. Tapi baiklah hal itu tidak perlu kita perdebatkan. Mbak
mensyukuri apa yang sudah Mbak terima dari Gusti Allah melalui Mas Danu.” (hlm 23)
“Dik Indri, adakalanya seorang istri mendapat cobaan
berat. Tidak hanya ditinggal mati suaminya secara fisik. Tapi “mati” dalam
cerita Sawitri tadi bisa saja merupakan sindiran bagi kita. Seorang istri harus
selalu siap menghadapi berbagai kesulitan, karena suaminya kepaten sandang
pangan, misalnya kehilangan pekerjaan, sehingga semangat hidup dan kepercayaan
diri sendiri hilang. Di sinilah kesetiaan kita diuji, sanggupkah kita
menghidupkan kembali semangat dan kepercayaan diri suami kita. Atau apakah
justru kita meninggalkannya?”
(hlm 25)
c.
Persamaan
setting/latar
Sama-sama
bertempat di Jogja.
Kutipan dalam novel Pengakuan Pariyem:
“Iyem” panggilan sehari-harinya
dari Wonosari Gunung Kidul
Sebagai babu ndoro Kanjeng Cokro Sentono
di ndalem Suryomentaraman Ngayogyakarta (hlm. 29)
kutipan dalam novel Perempuan Jogja:
“Jadi kamu tidak menuggu dia?”
“Aku akan meliput Pembukaan Festival Kesenian Yogya, di
Kraton.” (hlm. 81)
d.
Penggunaan
bahasa
Menggunakan
bahasa sehari-hari (bahasa Indonesia) namun terdapat campuran bahasa daerah.
Kalimat
dalam novel Pengakuan Pariyem:
Sedangkan
pada siang hari
ketimbang
ngrasani para tetangga
dan
bergunjing perkara bendoronya
Ongkang-ongkang di amben dapur
sinambi kalaning nganggur (hlm. 21)
Pada
novel Perempuan Jogja:
“Yah,
mau apa lagi kalau maunya tuan
puteri begitu.”
“Tak jiwit, lho?”
“Jiwiten ping sewu aku malah seneng.”
“Enaknya
orang ini.” (hlm. 249)
C.
Perbedaan Pemikiran
Tokoh pada Novel Pengakuan Pariyem dengan Novel Perempuan Jogja
a.
Pemikiran
tokoh perempuan pada kedua novel
Pada
novel Pengakuan Pariyem, tokoh perempuan tidak mempunyai pikiran untuk
memberontak, seperti pada kalimat:
Lha,
saya tidak diperkosa dia, kok
saya
meladeninya dengan suka rela
Rasa
tulus ikhlas lambarannya
(hlm. 181)
Berbeda dengan yang ada pada novel Perempuan Jogja, mempunyai
pikiran untuk memberontak, tapi tidak sampai hati untuk mengungkapkan, seperti
dalam kalimat:
Gending Kebogiro berkumandang mengiringi kedatangan tamu
undangan. Gending itu begitu merdu di telinga Danu dan Norma, tapi sangat
menyakitkan di telinga Rumanti. Sebab setelah gending itu berhenti ditabuh
nanti sore, saat itu Mas Danudirdjo bukan lagi menjadi milikya sendiri ia harus
berbagi cinta dan kasih sayang dengan
perempuan lain yang bernama Norma. Suara gending terasa begitu menyayat-nyayat
hati Rumanti. (hlm. 216)
D.
Hipogram dan Teks Transformasi
Pengakuan Pariyem merupakan hipogram dari novel Perempuan
Jogja, dan novel Perempuan Jogja merupakan transformasi dari novel Pengakuan
Pariyem. Hipogram dan teks transformasi tersebut dapat dilihat dari
tahun terbitan. “Pengakuan Pariyem Pada Tahun 1999” sedangkan “Perempuan Jogja
tahun 2006”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam novel Pengakuan Pariyem dan novel Perempuan Jogja
mempunyai kesamaan, yaitu persamaan tema, persamaan perwatakan, persamaan
setting/latar, penggunaan bahasa seperti yang sudah
disebutkan di atas. Ada pula Perbedaannya, yaitu pemikiran tokoh perempuan pada kedua
novel, tokoh perempuan yang diceritakan mempunyai perbedaan status
seperti yang sudah disebutkan di atas.selain itu terdapat pengaruh dan bukti bahwa adanya hipogram dan teks
transformasinya. Novel Pengakuan Pariyem merupakan hipogram dari novel Perempuan Jogja, dan
novel Perempuan Jogja merupakan transformasi dari novel Pengakuan Pariyem.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode
Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryadi Ag, Linus. 1999. Pengakuan Pariyem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Munif, Ahmad. 2006. Perempuan
Jogja. Yogyakarta: Navila.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2007. Sastra dan Cultural
Studies Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Posting Komentar
SILAHKAN BERIKAN KOMENTAR UNTUK MENUNJANG KEMAJUAN BLOG INI. TRIMAKASIH