PENELITIAN NOVEL PADANG BULAN KARYA ANDREA HIRATA
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3rXAb6nTa9EMLnBJ4fVhe42VfO-Y8DuB5k0JR9_jTsbv5A9mmPvr-yR7hqAmOAKCm_gQ3cEXnWyL6mSB16HZGxgogTVf4BMgzmO5ksx_UJLHg9SRT0Rejsde0J23QBy6hlB9JBRp-KA/s72-c/padang+bulan.jpg
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian yang Relevan
Novel Padang Bulan karya Andrea Hirata merupakan novel popular dan sudah
beberapa kali diteliti. Suatu penelitian tentu membutuhkan penelitian relevan,
yaitu penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penulis menemukan sebuah
penelitian yang sama-sama membahas tentang nilai akhlak, adapun penelitian yang
membahas novel padang bulan dan nilai akhlak.
1.
Penelitian dengan judul “Kepribadian
Tokoh utama dalam novel Padang Bulan karya Andrea Hirata (sebuah tinjauan
Psikologi sastra)” oleh Resti Senja Purwana 2007 ( skripsi UAD, 2011).
Kesimpulan dari penelitiannya sebagai berikut. (1) kepribadian introvert tokoh
utama dalam novel Padang Bulan ciri
kepribadian introvert tokoh utama (Enong) yang paling dominan adalah kurang
dapat menarik hati orang lain. Dengan kepribadian kurang dapat menarik
perhatian orang lain yang menunjukan harga diri, tidak berkecil hati, semangat,
dan tanggung jawab. (2) kepribadian ekstrovert yang tercermin pada tokoh utama
dalam novel Padang Bulan. Dapat
diketahui bahwa tokoh Enong memiliki kepribadian ekstrovert yang paling domina
adalah hati terbuka. Dengan kepribadian hati terbuka yang menunjukan Enong
menyadari kemiskinan dari keluarganya, keyakinan, menyangkal kenyataan, tanpa
hasil, harga diri, dan keyakinan. (3) penyelesaian konflik tokoh utama dalam
novel Padang Bulan digolongkan dua tipe yaitu eksternal dan internal ada
Sembilan peristiwa. Penyelesaian konflik eksternal yaitu 1) kemiskinan, 2)
keyakinan, 3) masalah buruk, 4) hargadiri, 5) kecewa, 6) disepelekan,
7)kecurangan, 8) kesal. Penyelesaian konflik internal yaitu 1) prestasi, 2)
tanggung jawab, 3) kejutan yang menyemangatkan, 4) harga diri, 5) pantang enyerah,
6) trauma, 7) sadar diri, 8) tidak peduli, 9) kecemasan.
2.
Penelitian dari Eling Hidayati mahasiswa
Universitas Ahmad Dahlan (skripsi uad, 2012) dengan judul Nilai-nilai akhlaq
dalam novel Ajari Aku Menuju Arsy’
Karya Wahyu Sujani (Sebuah Kajian Pragmatik). Dari penelitian tersebut
diperoleh kesimpulan sebagai berikutL (1) Jenis nilai Akhlaq dalam novel Ajari Aku Menuju Arsy’ Karya Wahyu
Sujani terdiri dari (a) jenis nilai akhlaq pribadi dalam novel Ajari Aku Menuju Arsy’ Karya Wahyu
Sujani meliputi jujur, amanah, teguh pendirian, bekerja keras, berani, rendah hati, malu sabar, dan pemaaf, (b)
nilai akhlaq dalam keluargameliputi kasih sayang dan tanggungjawab orang tua
terhadap anak, dan silaturahmi dengan karib kerabat, (c) nilai akhlaq terhadap
Allah swt meliputi bertaqwa, cinta, dan ridha, ikhlas, syukur, taubat, dan (d)
nilai akhlaq bermasyarakat meliput bertau dan menerima tamu, dan pergaulan
mudadi. (2- bentuk penyampaian nilai akhlaq dalam novel Ajari Aku Menuju Arsy’ Karya Wahyu Sujani disampaikan oleh
pengarang secara langsung sebanyak 35 data dan secara tidak langsung 21 data.
(3) fungsi nilai akhlaq merupakan perilaku baik dan positif yang terdapat dalam
Ajari Aku Menuju Arsy’ Karya Wahyu
Sujani antara lain fungsi nilai akhlaq positif istiqomah 8 dari 28 data,
bertemu dan menerima tamu 2 dari 3 data, silaturahmi dengan kerabat 2 dari 3
data, dan syukur 8 dari 22 data.
Adapun
perbedaan dan persamaan antara penelitian diatas
dengan penelitian ini sebagai berikut.
1.
Persamaan penelitian Resti Senja Purwana
dengan penelitian yang dilakukan sekarang ini
yaitu subjek penelitian sama-sama menggunakan novel Padang Bulan karya Andrea Hirata. Perbedaan penelitian Resti Senja
Purwana dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Penelitian Resti
Senja Purwana mengkaji Kepribadian Tokoh utama dalam novel Padang Bulan karya Andrea Hirata, sedangkan penelitian sekarang
nilai-nilai akhlak tokoh utama dala novel Padang
Bulan karya Andrea Hirata.
2.
Persamaan penelitian Eling Hidayati
dengan penelitian yang dilakukan sekarnag ini terletak pada objek penelitian,
sama-sama menggunakan nilai-nilai akhlaq dengan kajian pragmatik. Sedangkan
perbedaannya terletak pada subjek penelitian, yaitu novel Ajari Aku Menuju Arsy’ Karya Wahyu Sujani dengan novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata.
B. Kerangka Teori
1.
Hakikat novel dalam karya sastra
Sastra (castra) dari bahasa sansekerta yang
artinya tulisan atau bahasa yang indah; yakni hasil ciptaan bahasa indah,
Gazali dalam (Pradopo, 2007: 32). Indah atau keindahan berhubungan erat dengan
seni. Seseorang tidak dapat memahami atau menganalisis karya seni tanpa
menunjuk kepada nilai, jika menyatakan suatu struktur sebagai sebuah karya seni
seseorang itu sudah mempertimbangkan penilaian.
Karya
sastra merupakan produk dari seni dan budaya yang menggunakan bahasa lisan
maupun tulis. Penggunaan bahasa dalam sebuah karya sastra tentunya bahasa yang
mudah dimengerti, sehingga dapat menimbulkan rasa penasaran terhadap pembaca
untuk terus membaca hingga akhir cerita. Pembaca seolah-olah dapat melihat,
merasakan, dan mendengar, sendiri peristiwa yang ada dalam karya sastra yaitu
media untuk menyampaikan gagasan yang ada dalam batin pengarang (Semi, 1993: 13). Pengarang yang berhasil membawa
pembaca untuk mengikuti dan menikmati sebuah karya sastra dikatakan sebuah
karya seni yang bermutu.
Karya
sastra sebagai karya seni perlu mendapat pertimbangan dalam hal mutu seninya,
bermutu atau tidaknya sebagai sebagai karya seni (Pradopo, 2007: 2). Karya sastra pada dasarnya merupakan
hasil penafsiran kehidupan yang dilakukan oleh sastrawan. Sastra merupakan
hasil karya imajinatif yang diciptakan oleh manusia dengan nilai estetika atau
keindahan. Seorang penulis bermaksud menyampaikan informasi, gagasan kepada
pembaca melalui karya sastra. Informasi atau gagasan yang disampaikan biasanya
berasal dari kehidupan pribadi atau yang di sekitar penulis. Karya sastra
biasanya merupakan hasil dari sebuah proses pemikiran tentang suatu hal yang
kemudian dituangkan dalam sebuah karya sastra.
2. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik
adalah pendekatan yang menitikberatkan
pada pembaca (Teeuw, 1984:50). Pembaca
merupakan masyarakat umum atau sebagai penikmat sastra. Pembaca berhak untuk
menilai suatu karya sastra, karena pragmatik menitikberatkan pada pembaca atau
masyarakat.
Istilah
pragmatik menunjuk pada efek komunikasi yang seringkali dirumuskan dalam
istilah horatius: seniman bertugas untuk docere
dan delectare, memberi ajaran dan
kenikmatan; seringkali ditambah movere,
menggerakan pembaca pada kegiatan yang bertanggungjawab: seni harus
menggabungkan sifat utile dan dulce, bermanfaat dan manis. Pembaca
kena, dipengaruhi, digerakkan untuk bertindak oleh karya seni yang baik (Teeuw,
1984: 51). Pendekatan terhadap sastra yang disebut pragmatik dan dalam sejarah
kritik sastra sangat berpengaruh, tidak hanya dalam sastra dan teori sastra
barat, tetapi dalam estetik yang luas maupun pendidikan.
Pragmatik sastra adalah
cabang penelitian yang ke arah aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul,
atas dasar ketidakpuasan terhadapat penelitian struktural murni yang memang
karya sastra sebagai teks itu saja. Kajian strukural dianggap hanya mampu
menjelaskan makna karya sastra dari aspek permukan saja. Maksudnya, kajian
struktural
sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna.
Karena itu, muncul penelitian pragmatik, yakni kajian sastra yang berorientasi
pada kegunaan karya sastra bagi pembaca (Endraswara, 2006: 115).
Pragmatik
sastra berwawasan bahwa karya sastra sebagai produk yang menawarkan pandangan,
saran, harapan, dan langkah-langkah untuk mencapai masyarakat dan bangsa
Indonesia idaman. Oleh karena itu karya sastra perlu diteliti tidak saja dari
aspek retorik yang mengakibatkan pembaca tertarik, melainkan apa yang dilakukan
pembaca setelah menikmati sastra.
Pendekatan
pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam
masyarakat, perkembangan dan perluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan,
Manfaat tersebut diharapkan dapat memberikan sebuah perubahan terhadap masyarakat
yang tentunya sangat bermanfaat baginya. Pendekatan pragmatik secara
keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang
kemungkinan pemahaman hakikat karya tanpa batas ( Ratna, 2009 72).
Pragmatik
memiliki tujuan tertentu. Misalnya pendidikan, maka karya sastra yang bernilai
pendidikan, tujuan kemajuan bangsa dan sebagainya (pradopo, 2007: 84). Tujuan
itu dapat melingkupi beberapa aspek dalam masyarakat, sehingga pendekatan
pragmatik selalu memiliki tujuan tertentu untuk memberikan suatu manfaat pada
pembaca atau masyarakat.
Aspek pragmatik:
seni bertugas untuk ikut serta dalam proses pembokaran masyarakat, lewat efeknya
pada pembaca (Teeuw, 1984:52). Maksud dari pembongkaran masyarakat yaitu
melakukan perbaikan ulang dari kehidupan masyarakat terdahulu dengan memberikan
sebuah manfaat yang mengarah pada perubahan yang lebih baik, dan memberikan
pandangan luas melalui efek-efek yang timbul setelah pembaca membaca karya
sastra.
Pendekatan
pragmatik menganut prinsip bahwa karya sastra yang baik adalah karya sastra
yang dapat memberikan hiburan dan manfaat bagi pembaca. Dengan demikian,
pendekatan ini menggabungkan unsur pelipur lara dan unsur didkatis.
Abram (dalam Semi, 1993: 12), menyatakan pendekatan
pragmatik menempatkan karya sastra sebagai sebuah produk seni yang bertujuan
untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembaca, seperti efek kesenangan, efek
estetika, dan pendidikan.
Pendekatan pragmatik
mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya (Ratna,
2009:72). Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah
yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatik, diantaranya berbagai
tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik sebagai
pembaca eksplisit maupun implisit.
Pendekatan
pragmatik seperti yang sudah disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan pragmatik memusatkan perhatiannya pada masyarakat untuk memberikan
ajaran, kenikmatan, dan manfaat melalui efek-efek atau gejala yang timbul
setelah membaca sebuah karya sastra yang bernilai positif untuk kemajuan
masyarakat secara umum.
3.
Pengertian
Nilai Akhlak
a.
Pengertian nilai
Nilai adalah sesuatu
hal yang sangat abstrak. Nilai tidak dapat ditangkap oleh panca indra. Sesuatu
yang dapat dinilai yaitu objek yang mempunyai nilai atau tingkah laku.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002: 783) nilai adalah sesuatu yang menyempurnakan manusia
sesuai dengan hakekatnya seperti etika, nilai menunjuk sikap orang terhadap
sesuatu yang baik. Dengan demikian nilai, merupakan kadar relasi terhadap
sesuatu hal dengan orang tertentu.
Nilai dapat berkaitan
dengan membentuk sistem, sehingga antara yang satu dengan yang lain menjadi
koheren, serta dapat mempengaruhi manusia. Nilai juga mengacu pada sesuatu yang
baik dan yang buruk yang dapat berguna bagi manusia dalam kehidupan.
b.
Pengertian Akhlak
Ilyas
(2011: 2) menyatakan bahwa secara etimologis akhlaq
(bahasa arab)
adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangi, tingkah laku atau
tabiat. sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia
akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. istilah
akhlak berkaitan dengan
istilah etika dan moral,
yang ketiga istilah tersebut sama-sama menentukan nilai baik buruk sikap dan
perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Pada moral
standarnya adat kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat, etika standarnya akal pikiran dan akhlak standarnya
Alquran dan Sunnah. Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah akhlak,
moral, dan etika, dapat dibedakan namun dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan
dalam literatur keislaman, penggunaannya sering tumpang tindih.
Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa nilai akhlak
merupakan sebuah dorongan dalam diri seseorang tanpat ada faktor luar yang mempengaruhi, hal itu terjadi secara
refleks atau spontan yang patuh pada Al-Quran dan as-sunah.
4.
Akhlak
dalam karya sastra
Karya sastra senantiasa
menawarkan pesan religius
yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan
martabat manusia. Pengarang berusaha memasukan nilai akhlak untuk menyampaikan
pandangan tentang nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan manusia. Nilai yang
ditampilkan dalam karya sastra biasanya menanmpilkan sesuatu yang baik tetapi
ada juga yang kurang baik. Dari hal itu pengarang ingin memberikan petunjuk, nilai
akhlak, perbuatan susila dan budi pekerti.
Nilai akhlak yang diberikan
pengarang tidak selalu diberikan secara langsung kepada pembaca. Pembaca
berusaha mencari sendiri nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam
karya sastra tersebut. Untuk
menemukan nilai akhlak
dalam sebuah karya sastra lewat penafsiran dengan mempertimbangkan berbagai hal,
misalnya dengan memperhatikan bagaimanakah hubungan tokoh dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain dan
dengan Tuhan.
5.
Jenis-Jenis
akhlak
Jenis-jenis akhlak dalam karya sastra
sangat bervariasi dan tidak terbatas jumlahnya. Menurut (Ilyas, 2011: 6) akhlak
ada enam, yaitu akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap Rasulullah saw, akhlak
pribadi, akhlak dalam keluarga, akhlak bermasyarakat, dan akhlak bernegara.
Akan tetapi penelitian ini mengambil tiga macam akhlak, yaitu sebagai berikut: (1)
akhlak pribadi terwujud dalam sifat shidiq,
amanah, istiqamah, iffah, mujahadah, syaja’ah, tawadhu’, (2) akhlak
bermasyarakat yaitu bertamu dan menerima tamu, hubungan baik dengan tetangga,
hubungan baik dengan masyarakat, pergaulan mudai-mudi, ukhuwah islamiyah, (3) akhlak terhadap Allah meliputi takwa, cinta
dan ridho, ikhlas, khauf dan raja’, tawakal, syukur, muraqabah, taubat.
Posting Komentar
SILAHKAN BERIKAN KOMENTAR UNTUK MENUNJANG KEMAJUAN BLOG INI. TRIMAKASIH