Latest info
PENGAJARAN SASTRA

PENGAJARAN SASTRA



1.      Manfaaat pengajaran sastra terletak pada cara menerima atau mempelajari sebuah karya sastra yang memuat isi atau amanat yang disampaikan oleh pencipta karya sastra melalui sebuah karya sastra, pada dasarnya manfaat pengajaran sastra umumnya seperti itu. Manfaat lain  dari pengajaran sastra yaitu bertujuan supaya sastra di Indonesia tetap ada dan tidak tergeser oleh adanya globalisasi.karena sastra pada zaman ini masih kurang diminati, terlebih pada siswa, yang minim akan buku pelajaran tentang sastra.

2.      Stategi pengajaran sastra ekspositori dan kontekstual yaitu
a.       Strategi pengajaran sastra secara ekspositori yaitu sebuah strategi yang terletak pada guru, jadi seperti metode ceramah, semua materi berasal dari guru. Siswa hanya menerima materi yang sudah jadi dan pembelajaran sastra melalui verbal, bahan ajar sastra disampaikan hanya melalui verbal, sehingga strategi ekspositori berfokus pada verbal atau tuturan saja yang disampaikan oleh guru.
b.      Strategi kontekstual dalam pengajaran sastra yaitu penyampaian materinya tidak seluruhnya dari guru. Strategi kontekstual berfokus pada penilaian autentik, materi sastra disesuaikan terhadap karakter siswa. Siswa dituntut untuk mencari, melakukan dan mengalami dari pengajaran sastra,sehingga siswa produktif dalam pembelajaran sastra yang disampaikan oleh guru dan dikembangkan oleh siswa sendiri sehingga dapat diterapkan dikehidupan siswa.karena pengajaran sastra banyak mengandung amanat yang bagus untuk diterapkan pada siswa. Strategi kontekstual sangat bagus digunakan dalam pengajaran sastra.


3.      Model pengajaran sastra bermain peran dan simulasi yaitu
a.       Bermain peran
Bermain peran dalam pengajaran sastra masuk kepada drama, peran yang dimaksud dalam drama, yaitu sebuah karakter yang akan diperankan,metode bermain peran dalam pengajaran sastra merupakan salah satu cara yang cukup baik digunakan dalam pengajaran sastra. Bermain peran untuk pembelajaran terhadap siswa dapat diperankan oleh guru,siswa atau model.
b.      Simulasi
Simulasi merupakan model pembelajaran dalam pengajaran sastra, yaitu mengenai simulasi atau tata cara mempraktekkan sesuai ketentuannya. Simulasi  dalam pengajaran sastra yaitu memperagakan baik puisi,prosa maupun drama.dari ketiga aspek tersebut jelas berbeda cara memperagakannya. Model simulasi dalam pengajaran sastra berawal dari sebuah materi atau bahan yang akan menjadi bahan simulasi lalu bisa dipraktekkan oleh siswa secara benar.

4.      Kriteria buku pelajaran yang ideal untuk pengajaran sastra yaitu
a.       Buku pelajaran pengajaran sastra sesuai perkembangan sastra pada zaman ini
b.      Buku pelajaran pengajaran sastra sesuai karakter siswa
c.       Buku pelajaran pengajaran sastra yang mengedepankan amanat dan tidak mengurangi nilai estetikan sebuah karya sastra.

5.      Pengajaran puisi, prosa, dan drama yang ideal yaitu
a.        Pengajaran Puisi yaitu mempelajari dari proses kreatif,proses pembuatan,penggunaan gaya bahasa, dan esensi dari puisi tersebut. Dalam pengajaran puisi ada tiga sudut pandang, yaitu penikmat, juri atau penilai, dan puisi tersebut. Pengajaran puisi yang ideal  dapat mengajarkan siswa mengenai puisi hingga siswa tesebut bisa membuat puisi yang baik dan dapat menyampaikan amanat melalui puisi.
b.      Pengajaran Prosa yaitu mengajarkan mengenai seluk beluk prosa, baik cerpen maupun novel hal terpenting dalam pengajaran prosa terletak pada proses kreatif dan pengembanganya. Pengajaran prosa dimulai dari proses kreatif, lalu mengawali sebuah cerita,menentukan permasalahan yang komplek,titik klimaks dan cara mengakhiri sebuah cerita.secara umum pengajaran prosa seperti itu. Pengajaran prosa akan ideal jika didukung oleh siswa yang haus akan sastra dan mau mempelajari sastra.
c.       Pengajaran drama yaitu mengajarkan siswa mulai dari proses kreatif,membuat naskah drama,  pemeranan, penyutradaraan,dan sebuah keproduksian. Dalam bermain drama menurut para teaterawan jogja ada tiga pokok penting dalam bermain drama, yaitu wirogo yaitu gesture tubuh dan permainan  bisnis akting, wiroso yaitu dari dalam hari untuk merasakan dan mendalami karakter secara totalitas dengan membangun emosi dalam drama, wiromo yaitu bermain  drama ada irama-irama untuk menciptakan sebuah irama yang tepat, irama harus tepat digunakan saat bermain drama.

























1.      Manfaaat pengajaran sastra terletak pada cara menerima atau mempelajari sebuah karya sastra yang memuat isi atau amanat yang disampaikan oleh pencipta karya sastra melalui sebuah karya sastra, pada dasarnya manfaat pengajaran sastra umumnya seperti itu. Manfaat lain  dari pengajaran sastra yaitu bertujuan supaya sastra di Indonesia tetap ada dan tidak tergeser oleh adanya globalisasi.karena sastra pada zaman ini masih kurang diminati, terlebih pada siswa, yang minim akan buku pelajaran tentang sastra.

2.      Stategi pengajaran sastra ekspositori dan kontekstual yaitu
a.       Strategi pengajaran sastra secara ekspositori yaitu sebuah strategi yang terletak pada guru, jadi seperti metode ceramah, semua materi berasal dari guru. Siswa hanya menerima materi yang sudah jadi dan pembelajaran sastra melalui verbal, bahan ajar sastra disampaikan hanya melalui verbal, sehingga strategi ekspositori berfokus pada verbal atau tuturan saja yang disampaikan oleh guru.
b.      Strategi kontekstual dalam pengajaran sastra yaitu penyampaian materinya tidak seluruhnya dari guru. Strategi kontekstual berfokus pada penilaian autentik, materi sastra disesuaikan terhadap karakter siswa. Siswa dituntut untuk mencari, melakukan dan mengalami dari pengajaran sastra,sehingga siswa produktif dalam pembelajaran sastra yang disampaikan oleh guru dan dikembangkan oleh siswa sendiri sehingga dapat diterapkan dikehidupan siswa.karena pengajaran sastra banyak mengandung amanat yang bagus untuk diterapkan pada siswa. Strategi kontekstual sangat bagus digunakan dalam pengajaran sastra.


3.      Model pengajaran sastra bermain peran dan simulasi yaitu
a.       Bermain peran
Bermain peran dalam pengajaran sastra masuk kepada drama, peran yang dimaksud dalam drama, yaitu sebuah karakter yang akan diperankan,metode bermain peran dalam pengajaran sastra merupakan salah satu cara yang cukup baik digunakan dalam pengajaran sastra. Bermain peran untuk pembelajaran terhadap siswa dapat diperankan oleh guru,siswa atau model.
b.      Simulasi
Simulasi merupakan model pembelajaran dalam pengajaran sastra, yaitu mengenai simulasi atau tata cara mempraktekkan sesuai ketentuannya. Simulasi  dalam pengajaran sastra yaitu memperagakan baik puisi,prosa maupun drama.dari ketiga aspek tersebut jelas berbeda cara memperagakannya. Model simulasi dalam pengajaran sastra berawal dari sebuah materi atau bahan yang akan menjadi bahan simulasi lalu bisa dipraktekkan oleh siswa secara benar.

4.      Kriteria buku pelajaran yang ideal untuk pengajaran sastra yaitu
a.       Buku pelajaran pengajaran sastra sesuai perkembangan sastra pada zaman ini
b.      Buku pelajaran pengajaran sastra sesuai karakter siswa
c.       Buku pelajaran pengajaran sastra yang mengedepankan amanat dan tidak mengurangi nilai estetikan sebuah karya sastra.

5.      Pengajaran puisi, prosa, dan drama yang ideal yaitu
a.        Pengajaran Puisi yaitu mempelajari dari proses kreatif,proses pembuatan,penggunaan gaya bahasa, dan esensi dari puisi tersebut. Dalam pengajaran puisi ada tiga sudut pandang, yaitu penikmat, juri atau penilai, dan puisi tersebut. Pengajaran puisi yang ideal  dapat mengajarkan siswa mengenai puisi hingga siswa tesebut bisa membuat puisi yang baik dan dapat menyampaikan amanat melalui puisi.
b.      Pengajaran Prosa yaitu mengajarkan mengenai seluk beluk prosa, baik cerpen maupun novel hal terpenting dalam pengajaran prosa terletak pada proses kreatif dan pengembanganya. Pengajaran prosa dimulai dari proses kreatif, lalu mengawali sebuah cerita,menentukan permasalahan yang komplek,titik klimaks dan cara mengakhiri sebuah cerita.secara umum pengajaran prosa seperti itu. Pengajaran prosa akan ideal jika didukung oleh siswa yang haus akan sastra dan mau mempelajari sastra.
c.       Pengajaran drama yaitu mengajarkan siswa mulai dari proses kreatif,membuat naskah drama,  pemeranan, penyutradaraan,dan sebuah keproduksian. Dalam bermain drama menurut para teaterawan jogja ada tiga pokok penting dalam bermain drama, yaitu wirogo yaitu gesture tubuh dan permainan  bisnis akting, wiroso yaitu dari dalam hari untuk merasakan dan mendalami karakter secara totalitas dengan membangun emosi dalam drama, wiromo yaitu bermain  drama ada irama-irama untuk menciptakan sebuah irama yang tepat, irama harus tepat digunakan saat bermain drama.























PENGAJARAN SASTRA
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAfE-GAElpybPY_nz7JoqtRznkkDgRpGKcEIJPm1GBu2K8HTNHDKUrKVp8lGj7gu7RepPRm7ICe1PiV40cr5yfObb_MQYsmZoXPvXXv8mvyD3uI7Ufg_hnc1Rr8m5Rhi6GHEm1nGZbcA/s72-c/menulis-sastra.png
View detail
KRITIK UNSUR INTRINSIK PADA CERITA PENDEK “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS

KRITIK UNSUR INTRINSIK PADA CERITA PENDEK “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS




A.    Latar Belakang Masalah
 Cerpen berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan, seperti yang diungkapakan Saini K.M. (1989:49). Oleh karena itu, jika cerpen dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik. Tidak hanya itu, cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian peran pelajaran sastra menjadi sangat penting. Mengingat perannya yang sedemikian itu, maka terselenggaranya pembelajaran sastra yang menarik dan menyenangkan akan menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena pelajaran seperti ini akan dapat mendidik siswa untuk dapat mengenal dan menghargai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsanya, juga untuk dapat menghargai hidup, menikmati pengalaman orang lain, serta dapat menemukan makna hidup dan kehidupan. Jadi, dengan mempelajari cerpen (sastra) berarti siswa diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya siswa akan sangat antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan mengeluarkan segala pengalaman dan pengetahuannya.
Dipilihnya cerpen karya A.A. Navis karena keistimewaannya yaitu terletak pada teknik penulisan A.A.Navis yang tidak biasa pada saat itu, dan struktur dari cara penulisannya. Selain itu cerpen A.A.Navis ini lebih banyak mengingatkan kita untuk selalu bekerja keras sebab kerja keras adalah bagian penting dari ibadah kita (Sapardi Djoko Damono dalam kata pengantar Novel Kemarau karya A.A.Navis, 1992), jadi cerpen robohnya surau kami cukup menarik untuk di analisis dan dikritik dari tinjauan strultural.

B.  Rumusan masalah
1.      Bagaimana synopsis pada cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis?
2.      Bagaimana unsur intrinsic (alur, latar, penokohan, amanat)  pada cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis?
C. Tujuan
1.      Dapat mengetahui synopsis pada cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis.
2.      Dapat mengetahui dan mengkritik unsure intrinsic (alur, latar, penokohan, amanat) cerpen robohnya surau kami karya A.A. Navis.












BAB II
KAJIAN TEORI
Penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
1. Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi. Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta aderetan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112). Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka secara linier bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.       Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya.
b.      Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya.
c.       Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal ataupun kedua-duanya.
d.      Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh.
e.       Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150).
2. Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut: Tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165) Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93). Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23). Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
3. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu. Latar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
a. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
4. Tema dan amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan. Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini: “dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).

















BAB III
PEMBAHASAN
Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.
Unsur Intrinsik
a.      Tema
Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada halaman 10 berikut ini.
“Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca KitabNya. “Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya. “Astaghfirullah” kataku bila aku terkejut. ” Masa Allah bila aku kagum.” Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan dari kutipan di atas maka tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah kelalaiannya itu akhirnya mampu membunuh dirinya. Dan simpulan temanya itu ternyata bersifat universal. Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya A.A. Navis ini diteima oleh setiap orang.akan tetapi tema yang seperti ini perlu sebuah bumbu-bumbu dalam permasalahn yang lebih kompleks lagi supaya lebih menarik dan membuat penasaan sang penikmat karya.
b.      Latar
Latar Tempat
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. (hlm. 1 )
Pada kutipan di atas kurang mengatakan kepastian dari letak dan apa nama tempat tersebut kurang jelas disebut,sehingga masih belum bisa diketahui,dan hanya dijelaskan bahwa itu disebuah kota/
Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut :
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….” (hlm. 10)
Di atas pada kutipan tersebut  menjadi sebuah ambigu bahwa hanya dikatakan pada suatu waktu,tidak dijelaskan kepastian waktu yang dipakai pada cerita itu
c.       Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokoh dan wataknya. A.A. Navis menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut.
 Tokoh Aku
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Banyak rasa mengetahui dari berbagai permasalahan dan mengetahui jalan cerita secara baik.Datanya seperti berikut.
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: “Apa ceritanya, kek ?”
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi kakek : “Bagaimana katanya, kek ?”.(hlm.9).
“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Aku cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia.(hlm.16).

Ajo Sidi
….Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya….(hlm.8-9)
Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini. Ajo sidi merupakan tokoh yang banyak berbicara tanpa ada kejelasan dan bukti-bukti.watah tokoh ini cukup menarik juga, karena pintar memainkan pisikologi seseorang.
Kakek Garin
. Dia menjadi pusat cerita. Oleh si pengarang tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan gampang mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu mementingkan diri sendiri kepentingan diri sendiri.
Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cerita Ajo Sidi. Padahal yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu seperti memakan mentah-mentah. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan bersyukur kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia segera mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa yang lebih besar. Pada penggambaran watak si kakek ini cukup membuat pembaca untuk diajak berfikir untuk bisa mengetahui watak sesungguhnya dari tokoh kakek.

d.      Amanat
Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya. Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: “jangan hidup hanya untuk beribadah tetapi juga harus bermasyarakat.” Hal ini terdapat pada kutipan::
“…, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya beramal disamping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin .…” (hlm. 15).
pada kutipan di atas di jelaskan tentang sikap yang malas dan fanatik, akan tetapi sikap tersebut sangat tepat digunakan untuk memperjelas dari sang tokoh terhadap amanat yang akan disampaikan oleh pengarang
”…. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau didunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.” (hlm 16)
Seperti kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup tidak hanya untuk ibadah, tetapi harus seimbang antara beragama dan bermasyarakat. Dalam penyampaiannya pengarang menyampaikan amanat dengan memberikan watak kakek yang cukup jelas dipahami maksud amanat tersebut.


KESIMPULAN

Berikut adalah kesimpulan dari Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Nvis yang mempunyai beberapa pokok kesimpulan.
1.      Tema
Tema cerpen ini adalah persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi
2.      alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
3.      Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh.
1)      Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
2)      Ajo Sidi adalah orang yang suka berbicara tanpa bukti.
3)      Kakek Garin adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain.

d. Amanat cerpen ini adalah
1)      jangan hidup hanya untuk beribadah tetapi juga harus bermasyarakat
2)      jangan malas dan fanatic terhadap satu bidang
3)      jangan egois






Daftar Pustaka
Sayuti, Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa raya
Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta.: Gajah Mada University Press.
Jakop Sumardjo. dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Panuti Sujiman. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Soediro satoto. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. (Terj. Melani Budianta) Jakarta: Gramedia.









KRITIK UNSUR INTRINSIK PADA CERITA PENDEK “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS
Kajian Struktural
Dosen Pemngampu Rina Ratih
Tugas ini dibuat sebagai tugas akhir semesater lima mata kuliah kritik sastra


Disusun oleh:
Kurniawan Restu P.
09003306
A

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2012



A.    Latar Belakang Masalah
 Cerpen berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan, seperti yang diungkapakan Saini K.M. (1989:49). Oleh karena itu, jika cerpen dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik. Tidak hanya itu, cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian peran pelajaran sastra menjadi sangat penting. Mengingat perannya yang sedemikian itu, maka terselenggaranya pembelajaran sastra yang menarik dan menyenangkan akan menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena pelajaran seperti ini akan dapat mendidik siswa untuk dapat mengenal dan menghargai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsanya, juga untuk dapat menghargai hidup, menikmati pengalaman orang lain, serta dapat menemukan makna hidup dan kehidupan. Jadi, dengan mempelajari cerpen (sastra) berarti siswa diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya siswa akan sangat antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan mengeluarkan segala pengalaman dan pengetahuannya.
Dipilihnya cerpen karya A.A. Navis karena keistimewaannya yaitu terletak pada teknik penulisan A.A.Navis yang tidak biasa pada saat itu, dan struktur dari cara penulisannya. Selain itu cerpen A.A.Navis ini lebih banyak mengingatkan kita untuk selalu bekerja keras sebab kerja keras adalah bagian penting dari ibadah kita (Sapardi Djoko Damono dalam kata pengantar Novel Kemarau karya A.A.Navis, 1992), jadi cerpen robohnya surau kami cukup menarik untuk di analisis dan dikritik dari tinjauan strultural.

B.  Rumusan masalah
1.      Bagaimana synopsis pada cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis?
2.      Bagaimana unsur intrinsic (alur, latar, penokohan, amanat)  pada cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis?
C. Tujuan
1.      Dapat mengetahui synopsis pada cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis.
2.      Dapat mengetahui dan mengkritik unsure intrinsic (alur, latar, penokohan, amanat) cerpen robohnya surau kami karya A.A. Navis.












BAB II
KAJIAN TEORI
Penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
1. Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi. Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta aderetan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112). Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka secara linier bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.       Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya.
b.      Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya.
c.       Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal ataupun kedua-duanya.
d.      Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh.
e.       Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150).
2. Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut: Tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165) Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93). Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23). Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
3. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu. Latar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
a. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
4. Tema dan amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan. Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini: “dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).

















BAB III
PEMBAHASAN
Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.
Unsur Intrinsik
a.      Tema
Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada halaman 10 berikut ini.
“Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca KitabNya. “Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya. “Astaghfirullah” kataku bila aku terkejut. ” Masa Allah bila aku kagum.” Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan dari kutipan di atas maka tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah kelalaiannya itu akhirnya mampu membunuh dirinya. Dan simpulan temanya itu ternyata bersifat universal. Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya A.A. Navis ini diteima oleh setiap orang.akan tetapi tema yang seperti ini perlu sebuah bumbu-bumbu dalam permasalahn yang lebih kompleks lagi supaya lebih menarik dan membuat penasaan sang penikmat karya.
b.      Latar
Latar Tempat
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. (hlm. 1 )
Pada kutipan di atas kurang mengatakan kepastian dari letak dan apa nama tempat tersebut kurang jelas disebut,sehingga masih belum bisa diketahui,dan hanya dijelaskan bahwa itu disebuah kota/
Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut :
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….” (hlm. 10)
Di atas pada kutipan tersebut  menjadi sebuah ambigu bahwa hanya dikatakan pada suatu waktu,tidak dijelaskan kepastian waktu yang dipakai pada cerita itu
c.       Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokoh dan wataknya. A.A. Navis menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut.
 Tokoh Aku
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Banyak rasa mengetahui dari berbagai permasalahan dan mengetahui jalan cerita secara baik.Datanya seperti berikut.
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: “Apa ceritanya, kek ?”
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi kakek : “Bagaimana katanya, kek ?”.(hlm.9).
“Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Aku cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia.(hlm.16).

Ajo Sidi
….Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya….(hlm.8-9)
Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini. Ajo sidi merupakan tokoh yang banyak berbicara tanpa ada kejelasan dan bukti-bukti.watah tokoh ini cukup menarik juga, karena pintar memainkan pisikologi seseorang.
Kakek Garin
. Dia menjadi pusat cerita. Oleh si pengarang tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan gampang mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu mementingkan diri sendiri kepentingan diri sendiri.
Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cerita Ajo Sidi. Padahal yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu seperti memakan mentah-mentah. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan bersyukur kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia segera mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa yang lebih besar. Pada penggambaran watak si kakek ini cukup membuat pembaca untuk diajak berfikir untuk bisa mengetahui watak sesungguhnya dari tokoh kakek.

d.      Amanat
Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya. Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: “jangan hidup hanya untuk beribadah tetapi juga harus bermasyarakat.” Hal ini terdapat pada kutipan::
“…, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya beramal disamping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin .…” (hlm. 15).
pada kutipan di atas di jelaskan tentang sikap yang malas dan fanatik, akan tetapi sikap tersebut sangat tepat digunakan untuk memperjelas dari sang tokoh terhadap amanat yang akan disampaikan oleh pengarang
”…. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau didunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.” (hlm 16)
Seperti kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup tidak hanya untuk ibadah, tetapi harus seimbang antara beragama dan bermasyarakat. Dalam penyampaiannya pengarang menyampaikan amanat dengan memberikan watak kakek yang cukup jelas dipahami maksud amanat tersebut.


KESIMPULAN

Berikut adalah kesimpulan dari Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Nvis yang mempunyai beberapa pokok kesimpulan.
1.      Tema
Tema cerpen ini adalah persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi
2.      alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
3.      Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh.
1)      Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
2)      Ajo Sidi adalah orang yang suka berbicara tanpa bukti.
3)      Kakek Garin adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain.

d. Amanat cerpen ini adalah
1)      jangan hidup hanya untuk beribadah tetapi juga harus bermasyarakat
2)      jangan malas dan fanatic terhadap satu bidang
3)      jangan egois






Daftar Pustaka
Sayuti, Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa raya
Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta.: Gajah Mada University Press.
Jakop Sumardjo. dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Panuti Sujiman. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Soediro satoto. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. (Terj. Melani Budianta) Jakarta: Gramedia.









KRITIK UNSUR INTRINSIK PADA CERITA PENDEK “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS
Kajian Struktural
Dosen Pemngampu Rina Ratih
Tugas ini dibuat sebagai tugas akhir semesater lima mata kuliah kritik sastra


Disusun oleh:
Kurniawan Restu P.
09003306
A

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2012
KRITIK UNSUR INTRINSIK PADA CERITA PENDEK “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYdNGOEiw48iyr-ZVADz2Vq0WgvlFFghY12l9_wp86DCnBi5NEwbV1-Il0tbn6b1mHKXde2weyH4EeZKsf6fUUAPS2-jQdVnFpxGgSw3W61PYQrun78wiFMrh7_FxdKjHDd9JXvhm6eA/s72-c/Robohnya-Surau-Kami.jpg
View detail
 
Support : Creating Website | Pendidikan Budaya | Kuniawan Restu Pambudi
Copyright © 2013. PENDIDIKAN BUDAYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Pendidikan Budaya
Proudly powered by Blogger